Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Politik Tiongkok

Dari 422 Kaisar Tiongkok Hanya Sedikit yang Bijaksana

Foto : AFP/GREG BAKER

KONGRES NASIONAL - Anggota Komite Tetap Politbiro, Li Zhanshu, Presiden Tiongkok Xi Jinping (tengah), dan Perdana Menteri Li Keqiang saat sesi kedua sidang pleno Kongres Nasional Rakyat di Balairung Besar Rakyat, Beijing, Jumat (9/3).

A   A   A   Pengaturan Font

BEIJING - Sepanjang sejarah, Tiongkok pernah dipimpin oleh 422 kaisar dan hanya beberapa saja dari mereka yang sukses dalam memimpin negara. Oleh karena itu, sistem kekuasaan yang dipegang seorang pemimpin tanpa batasan waktu membuat rakyat Tiongkok mempertanyakan apakah perlu revisi konstitusi untuk saat ini.

Setelah selama lima tahun sukses menghimpun kekuasaan melebihi dari pemimpinpemimpin besar Tiongkok lainnya, seperti Deng Xiaoping dan Mao Zedong, Presiden Xi mengindikasikan iktikadnya untuk membawa ke arah mana pengaruh yang sekarang dipegangnya. Dalam pengujung pertemuan tahunan parlemen akhir pekan ini, Xi akan menunjuk para pembantunya di pemerintahan serta mengungkapkan prioritas dalam restrukturisasi pemerintahan.

Juga akan diajukan proposal perubahan konstitusi yang memungkinkan Xi tetap menjabat sebagai presiden setelah berakhirnya masa jabatan kedua pada 2023 nanti. Sistem yang digagas Presiden Xi Jinping itu dinilai seperti sistem kekaisaran. Yang menjadi permasalahan bagi Xi, tulis Financial Times, Jumat (9/3), adalah bagaimana sistem politik sentralistis yang digenggamnya dapat secara efektif memerintah masyarakat dan mengatur perekonomian yang kian pelik dinamikanya.

Upaya mengakhiri batasan masa jabatan presiden telah memicu perdebatan sengit karena bertentangan dengan sistem politik yang telah ada. Saat dipimpin oleh Mao selama tiga dekade, Tiongkok mengalami kemunduran dalam sejarah dan ancaman perpecahan negara saat terjadi Revolusi Budaya.

Xi sendiri memahami konsekuensi dari kekuasaan absolut karena ayahandanya yang merupakan pertinggi Partai Komunis Tiongkok dan pejabat pemerintah, pernah jadi korban penindasan Mao Zedong, dan Xi di masa remaja harus "dikirimkan" ke perdesaan saat Revolusi Budaya. Rencana pembatasan masa jabatan selama dua periode juga berarti Xi melawan sikap politik Deng Xiaoping yang merupakan arsitek kebijakan reformasi dan keterbukaan Tiongkok pada 1982.

Analis senior kebijakan di Gavekal Dragonomics, institusi konsultasi yang bermarkas di Beijing, Yanmei Xie, mengungkapkan apa yang dihadapi Tiongkok saat ini adalah sindrom "good emperor, bad emperor". "Secara logis, sebagian besar warga Tiongkok mau menerima anggapan bahwa saat ini Tiongkok memiliki seorang kaisar yang baik, dan oleh karenanya, mereka patut untuk mempertahankannya sejauh mungkin," kata Xie.

Dalam penjabarannya, Xie tak menampik bahwa rakyat Tiongkok takut jika Xi akan jadi "Mao ke-2". Namun, Xie menegaskan bahwa Xi berbeda dengan Mao. "Mao memperlemah partai dan negara demi diri pribadi. Xi tak seperti itu karena ia berkomitmen untuk memperkuat partai dan secara selektif memperkuat institusi selama mereka masih berada di bawah partai," jelas Xie.

ils/FT/WP

Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top