Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Polusi Udara l 114 Cerobong Asap Cemari Udara Ibu Kota

Cerobong Asap Ditinjau Ulang

Foto : ANTARA/Aprill io Akbar

Cerobong ASAP I Petugas laboratorium Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memeriksa cerobong asap di pabrik peleburan baja PT Hong Xin Steel, Cakung, Jakarta, Kamis (8/8). Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan sidak ke pabrik peleburan baja PT Hong Xin Steel untuk mengecek kembali kondisi cerobong asap pabrik tersebut u.

A   A   A   Pengaturan Font

Atasi polusi udara yang terjadi di Ibu Kota Jakarta adalah sinergi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat.

JAKARTA - Keberadaan cerobong asap industri yang berada di Jakarta ditinjau ulang. Dinas Lingkungan Hidup DKI mendata ada sekitar 1.150 cerobong gas buang industri di Jakarta.

"Salah satu bagian dari Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 adalah menginstruksikan pada seluruh jajaran untuk melakukan inspeksi dan melakukan pengukuran di cerobong-cerobong asap bagi industri yang beroperasi di DKI Jakarta, demi mengendalikan emisi," kata Gubernur DKI Anies Baswedan, di Jakarta, Kamis (8/8).

Selain pada industri, Anies meminta pada Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk melakukan peninjauan kembali pada cerobong-cerobong asap Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang ada di sekitar Jakarta.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, menyebutkan selama 2019, sebanyak 47 perusahaan dari 114 industri manufaktur yang memiliki cerobong asap beroperasi mendapat sanksi administrative, karena melakuan pencemaran lingkungan.

"Ada 47 yang dapat teguran dan berjenjang, ada paksaan pemerintah, teguran dan peringatan," katanya.

Dinas Lingkungan Hidup DKI menerapkan sanksi terhadap industri yang melanggar berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sanksi berjenjang itu yakni mulai dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan dan atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Selain itu, jenjang berikutnya yakni pencabutan izin lingkungan dan atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Meski demikian, dari seluruh sanksi yang dijatuhkan, belum ada perusahaan yang kena sanksi pencabutan izin.

Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menjatuhkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah untuk segera memperbaiki pengelolaan emisi cerobong asap kepada PT Mahkota Indonesia di Cakung, Jakarta Timur, yang terbukti mencemari lingkungan.

"Hasil uji laboratorium pada cerobong asam sulfat unit dua melebihi baku mutu untuk parameter sulfur dioksida," kata Andono Warih.

Dinas Lingkungan Hidup mendesak agar pabrik yang sudah berdiri sejak 50 tahun itu untuk memperbaiki pengelolaan emisi sumber tidak bergerak dari kegiatan produksi paling lama 45 hari kalender.

Perusahaan itu diminta untuk melaporkan hasil perbaikan kepada Dinas Lingkungan Hidup DKI dan Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Timur.

Apabila dalam waktu yang sudah ditentukan tidak melaksanakan sanksi tersebut, maka pabrik itu akan diberikan sanksi hukum lebih berat.

Sementara itu, Kepala Pabrik PT Mahkota Indonesia, Stephen , berjanji akan menyelesaikan sanksi itu dalam waktu 45 hari.

Ia mengaku pabrik tersebut baru pertama kali mendapatkan sanksi adninistratif berupa paksaan pemerintah.

Solusi Pencemaran

Sementara itu, tim Advokasi LBH Jakarta untuk Gerakan Ibu Kota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta), Ayu Eza Tiara, mengatakan solusi untuk polusi udara yang terjadi di Ibu Kota Jakarta adalah sinergi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat.

"Instruksi gubernur itu sifatnya nonperaturan perundang-undangan, jadi tidak bisa mengikat instansi lainnya. Hanya untuk pemprov dan dinas di bawahnya," kata Ayu.

Karena itu, menurut Ayu, diperlukan koordinasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat dengan cara merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

"Setidaknya, mengetatkan batas baku mutu ambien sesuai standar WHO," kata Ayu.

Hingga saat ini Indonesia berdasarkan PP 41/1999 yang telah terbit 10 tahun lalu itu, Indonesia masih menggunakan perimeter PM10 untuk mengukur standar kualitas udara, sedangkan WHO sudah menggunakan PM2.5. pin/Ant/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan, Antara

Komentar

Komentar
()

Top