Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Kebijakan Moneter I Kenaikan "Yield" Obligasi AS Akan Memengaruhi Pergerakan Rupiah

“Capital Outflow" Perlu Diwaspadai

Foto : Sumber: BI - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Perbankan di Indonesia secara psikologis rentan. Kalau ada satu bermasalah, bisa menyeret bank lainnya.

» The Fed diperkirakan akan melanjutkan kebijakan menaikkan suku bunga setelah menggaransi nasabah bank.

JAKARTA - Otoritas Pasar Keuangan harus mewaspadai potensi terjadinya pelarian modal keluar dari pasar keuangan dalam negeri seiring dengan naiknya imbal hasil (yield) Surat Utang Negara di Amerika Serikat (AS).

Selain itu, Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed) sudah memberi sinyal akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) setelah pemerintah Joe Biden memutuskan untuk menjamin semua Dana Pihak Ketiga (DPK) dan memberi akses pinjaman yang lebih luas kepada bank yang membutuhkan likuiditas.

Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, di Jakarta, Jumat (17/3), mengatakan para investor surat berharga di AS memang masih dihadapkan pada pertanyaan apakah pemerintah akan memberikan dukungan kepada bank-bank global yang bermasalah.

"Kesediaan melakukan bailout (menalangi) kekurangan likuiditas di bank akan meningkatkan kepercayaan investor. Momentum tersebut akan dimanfaatkan oleh the Fed untuk menaikkan suku bunga acuan kembali," jelas Suhartoko.

Sebab itu, Bank Indonesia (BI) harus mewaspadai meningkatnya potensi capital outflow kembali yang tentu akan berdampak kepada pelemahan nilai tukar rupiah.

Analis DCFX Futures, Lukman Leong, kepada Antara mengatakan meskipun kurs rupiah di pasar uang antarbank di Jakarta pada akhir pekan menguat di tengah naiknya imbal hasil obligasi AS, namun tren itu akan tertahan.

"Kenaikan pada imbal hasil obligasi AS akan menahan penguatan rupiah lebih lanjut," kata Lukman.

Rupiah, pada Jumat, ditutup menguat 44 poin atau 0,29 persen ke level 15.345 rupiah per dollar AS dibandingkan penutupan perdagangan sehari sebelumnya di level 15.389 rupiah per dollar AS.

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun berada pada level 4,218 persen dan tenor 10 tahun di 3,581 persen.

Ia memperkirakan rupiah berpotensi rebound terbatas. Sentimen pasar berbalik positif setelah ada harapan apabila bank-bank global yang bermasalah akan mendapatkan dukungan.

Sebelumnya, pemerintah AS akan menjamin nasabah Silicon Valley Bank (SVB), sedangkan Credit Suisse Bank di Swiss mendapatkan likuiditas dari bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB).

SNB, pada Rabu (15/3), sudah berjanji menyuntik likuiditas ke Credit Suisse jika diperlukan. Komitmen menginjeksi likuiditas itu merupakan yang pertama bagi bank global sejak krisis keuangan lebih dari satu dekade lalu.

Lebih Rentan

Pengamat perbankan Eko B. Supriyanto, meminta pemerintah dan Otoritas Keuangan seperti BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar berhati hati mengeluarkan statement terkait dampak penutupan dua bank di AS yaitu Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.

Sebab, secara psikologis perbankan di Indonesia itu rentan. Kalau ada satu bank yang bermasalah, bisa saja menyeret bank-bank lainnya. Sekecil apa pun krisis, apalagi kalau krisis besar dipastikan akan meluas.

"Makanya harus disiplin kasih komentar. Para pejabat dan politisi harus hati-hati keluarkan statement," kata Eko dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Universitas Paramadina di Jakarta, Jumat, (17/3) malam.

"Bedanya kita dan AS itu, di sana kalau ada bank yang bermasalah maka yang akan bantu banyak, koordinasinya jalan. Berbeda dengan di Indonesia, saat krisis akan saling lempar tanggung jawab. Kita berharap, supaya bank tetap menjaga kepercayaan nasabah dengan menjalankan tata kelola dengan baik dan prudent, supaya tidak terjadi lagi seperti saat krisis moneter 1997-1998, nasabah ramai-ramai menarik simpanannya dari bank atau rush," kata Eko.

Contohnya, First Republic Bank yang menghadapi krisis kepercayaan dari investor dan pelanggan menyusul kejatuhan perbankan di AS, akan menerima bantuan sebesar 30 miliar dolar dari 11 bank besar. Bank-bank besar tersebut termasuk JPMorgan Chase, Bank of America, Wells Fargo, Citigroup, dan Truist.

Suntikan dana tunai yang sangat dibutuhkan lembaga pemberi pinjaman San Francisco itu untuk memenuhi penarikan dana nasabah dan menopang kepercayaan pada sistem perbankan AS selama momen yang penuh gejolak bagi First Republic Bank.

Saham First Republic, yang dihentikan beberapa kali karena volatilitas pada Kamis, mengakhiri sesi dengan kenaikan 10 persen. First Republic Bank secara aktif mendiskusikan sejumlah opsi bagi kelangsungan hidupnya, kata orang-orang yang mengetahui masalah itu.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top