Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wisata Temanggung

Candi Pringapus, Sisa Kompleks Percandian yang Hilang

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Letusan dahsyat Gunung Sindoro pada era Mataram mampu mengubur pemukiman di bawahnya. Candi Pringapus yang merupakan candi perwara, kehilangan candi induknya akibat letusan itu.

Gunung Sindoro dengan tinggi 3.153 meter di atas permukaan laut (mdpl), saat ini merupakan gunung api dengan status level 1 atau normal. Dari 1806 hingga 2011 aktivitasnya berupa letusan kecil seperti letusan abu, letusan rekahan, dan aktivitas vulkanik berupa suara gemuruh.

Letusan Gunung Sindoro yang mendominasi akhir-akhir ini berupa letusan tipe Strombolian. Letusan Strombolian terdiri dari lontaran bara pijar, lapili, dan bom vulkanik, hingga ketinggian puluhan hingga beberapa ratus meter.

Tipe letusan Strombolin mengacu pada letusan yang terjadi di Gunung Stromboli di Italia. Gunung berapi ini memiliki jenis letusan dengan ledakan yang relatif ringan, biasanya memiliki Indeks Ledakan Vulkanik 1 atau 2.

Namun jauh sebelum itu, Gunung Sindoro merupakan gunung api aktif yang memiliki letusan dahsyat. Hal ini ditandai dengan terkuburnya Situs Liyangan yang berada di timur laut gunung ini, tempat peradaban Mataram kuno berkembang.

Situs Liyangan di Kabupaten Temanggung terkubur sedalam 5 hingga 6 meter. Endapan dari situs yang memiliki luas 8,12 hektare ini menurut jurnal berkala Arkeologi (Vol 35/Mei 2015) berupa jatuhan material piroklastik berseling dengan lava dan aliran material, yang berlangsung dalam beberapa fase.

Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk oleh proses litifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik secara erupsi yang bersifat eksplosif. Material ini kemudian kemudian tertransportasi melalui media gas, angin, dan selanjutnya terendapkan di atas tanah yang kering atau dalam tubuh air.

Seperti Situs Liyangan, Candi Pringapus di Desa Pringapus, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, juga tidak lepas dari gempuran letusan Gunung Sindoro. Berada di timur laut gunung ini, ketika ditemukan pada pertama kalinya oleh Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn pada 1844 kondisinya dalam keadaan runtuh namun beruntungnya batuan penyusun candi termasuk reliefnya masih utuh.

Pada 1929, Dinas Purbakala pemerintah Hindia Belanda (Oudheidkundige Dienst) melakukan pemugaran terhadap candi ini. Dua dekade kemudian, dilakukan penelitian mengenai ragam hias Candi Pringapus oleh EB Vogler. Berdasarkan pada inskripsi yang ditemukan di bagian pondasi, Candi Pringapus didirikan sekitar tahun 772 Saka atau 850 Masehi.

Dari berbagai bukti Candi Pringapus kemungkinan adalah candi perwara atau candi pendamping. Nama tersebut diambil merujuk kepada pengawal raja. Biasanya candi kecil ini mengelilingi candi utama yang berada di tengahnya, sehingga kemungkinan bagian dari kompleks percandian yang dipersembahkan untuk Dewa Siwa.

Bangunan candi tersusun dalam tiga tingkat sesuai menggambarkan tiga alam tempat kehidupan para dewa. Bagian bawah adalah kaki candi disebut burloka yang menyimbolkan kehidupan dunia bawah, tempat orang melakukan berbagai dosa.

Meningkat ke atas adalah bhuwarloka tempat orang-orang suci yang terbebas dari dosa. Tempat ini berupa segi empat dengan permukaan lebar yang dipenuhi dengan relief-relief floral dan jambangan yang menggambarkan kesuburan. Ukuran reliefnya menggambarkan pohon dewandaru. Pohon ini dalam diartikan sebagai kayu pembawa wahyu dewa. Ada juga kinara-kinari, sepasang makhluk dari kayangan berbadan berbadan burung dan berkepala manusia. Keduanya dalam pose mengapit pohon tersebut.

Di atasnya lagi swarloka atau alam atas tempat para dewa bersemayam. Tempat ini dihiasi dengan banyak antefik-antefik sebagai hiasan. Setelah bagian ini semestinya ada puncak candi yang disebut dengan kemuncak atau ratna. Namun sayang, batuan penyusun mercu atapnya kini telah hilang.

Lorong pintu masuk menuju relung candi menjorok ke arah barat. Untuk naiknya menapaki 7 anak tangga. Di atas pintu ini berhias wajah kala makara berahang atau berdagu. Hal ini cukup unik karena biasanya ciri khas candi Jawa Tengah memiliki kala makara tanpa dagu serta dua cakarnya menjulur ke depan.

Kala dimitoskan sebagai makhluk penjaga penolak bala dari kekuatan jahat. Kala makara sendiri terdiri dari dua unsur yaitu wajah raksasa yang disebut dengan kirtimukha, sebuah penggambaran wajah tanpa badan. Sedangkan makara adalah hewan air. Jika ada wajah raksasa tanpa hewan air itu maka hanya disebut dengan kalakirtimuka.

Di kanan kiri pintu masuk terdapat pasangan yang sedang bermesraan di tengah lebatnya pepohonan. Tangan kanan pria yang berada merangkul kepala seperti telah akrab. Pertemuan pria dan perempuan ini dalam aliran tantra disebut dengan bersatunya antara kundalini dengan sahasra. Pertemuan keduanya diyakini sebagai proses mencapai kesempurnaan.

Hanya ada satu relung adalah ceruk yang sengaja dibuat pada bangunan atau candi yang biasanya dipergunakan untuk menempatkan arca. Masuk ke dalam relung candi, di dalamnya akan muncul arca nandiswara (nandi) atau lembu. Hewan ini dalam kepercayaan Hindu merupakan tunggangan Dewa Siwa, hal ini dikuatkan dengan kalung sebagai penegas atas kedewataannya.

Adanya arca nandi di dalam relung candi semakin menegaskan jika candi ini merupakan candi perwara atau candi pendamping, mengacu pada Candi Prambanan dengan tiga buah candi utama yang mewakili tiga dewa trimurti. Dari selatan ke utara Candi Brahma, Candi Siwa dan Candi Wisnu terdapat candi pendamping dengan relung berisi hewan sesuai dengan tunggangan para dewa itu.

Dalam agama Hindu, Dewa Brahma memiliki tunggangan angsa, Dewa Siwa memiliki tunggangan nandi, dan Dewa Wisnu adalah memiliki tunggangan burung garuda. Dengan adanya nandi di dalam relung Candi Pringapus maka secara teori merupakan candi perwara atau pendamping.

Tambah Wawasan Budaya

Seperti Candi Prambanan yang memiliki candi perwara, maka kemungkinan ada Candi Siwa di sebelah barat Candi Pringapus. Namun tempat ini ini sekarang berupa persawahan warga. Oleh karenanya muncul pertanyaan apakah Candi Siwa telah lenyap karena terkubur oleh letusan Gunung Sindoro?

Menurut Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, di dekat Candi Pringapus terdapat situs Candi Perot. Pada tahun 1844, Junghuhn telah mencatat adanya Candi Perot di samping Candi Pringapus. Namun candi ini beberapa tahun kemudian runtuh karena ketika ditemukan telah diapit oleh akar pohon yang kuat. Karena terpaan angin yang kuat pohon tersebut roboh menghancurkan bangunan candi.

Reruntuhan Candi Perot saat ini ditumpuk di sekeliling Candi Pringapus. Kemungkinan candi ini merupakan salah satu gugusan dari kompleks candi, dimana Pringapus termasuk di dalamnya. Keduanya memiliki beberapa kesamaan seperti ukuran kala makara-nya.

Salah satu yang tampak jelas dari reruntuhan Candi Perot adalah arca Durga Mahisasuramardhini, selain nandi dan yoni. Durga adalah sakti atau sitrik Dewa Siwa yang memiliki nama lain Uma, Parwati, Giri Putri, dan masih ada banyak nama lainnya, tugasnya adalah mengalahkan musuh para dewa.

Dengan berkunjung secara langsung, wisatawan dapat lebih memahami lebih dekat Candi Pringapus, termasuk keadaan lingkungan di sekitarnya termasuk keberadaan Gunung Sindoro yang membuat candi-candi lain runtuh. Kala Makara yang berbeda dengan candi Jawa Tengah umumnya dan reliefnya yang bercerita menambah wawasan tentang budaya dan peradaban maju nenek moyang di masa lalu.

Fasilitas di objek wisata Candi Pringapus terbilang lengkap. Tersedia tempat parkir luas, tempat kuliner dan warung wisata. Ada penginapan, toilet umum, fasilitas air bersih, wahana bermain, sendang (danau kecil), area bersantai dan spot foto.

Untuk menikmati keindahan yang disajikan dari bangunan candi ini, pengunjung tidak perlu menguras kantong. Cukup dengan membayar tiket masuknya seharga 3.000 rupiah per orang, akan diajak untuk menyelami kehidupan pada era Mataram kuno.

Candi Pringapus berada di barat daya pusat Kota Temanggung. Jaraknya dengan pusat Kota Temanggung sejauh 17,8 kilometer melawati Sukorejo dan Parakan. Sepanjang perjalanan melewati akan dihibur dengan indahnya langkap pegunungan termasuk seperti Gunung Sumbing dan juga perkebunan tembakau dan sayur mayur yang luas membentang. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top