Butuh 'Political Will' untuk Mewujudkan Keadilan Sosial
UPACARA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA I Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin tiba di lokasi upacara peringatan hari lahir Pancasila di Monas, Jakarta, Kamis (1/6). Peringatan hari lahir Pancasila tahun 2023 mengangkat tema gotong royong membangun peradaban dan pertumbuhan global.
Foto: ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY» Jokowi mengajak seluruh bangsa menolak ekstremisme, politisasi identitas, dan agama jelang Pemilu 2024.
» Pembangunan lebih berorientasi pada pertumbuhan, tapi minus pemerataan.
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peringatan Hari Pancasila di Jakarta, Kamis (1/6), mengatakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti toleransi, persatuan, dan gotong royong relevan untuk dunia.
Dengan ideologi Pancasila kepemimpinan Indonesia diterima dan diakui dunia. Presidensi G20 yang telah sukses dilaksanakan pada tahun lalu, kemudian dilanjutkan dengan memegang Keketuaan Asean pada tahun ini merupakan bukti nyata bahwa Pancasila relevan tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia.
Menurut Presiden, kunci untuk membangun bangsa yang kokoh adalah dengan dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi, persatuan, dan gotong royong.
Oleh karena itu, Jokowi mengajak seluruh bangsa untuk menolak ekstremisme, menolak politisasi identitas, dan menolak politisasi agama, terutama menjelang Pemilihan Umum 2024.
"Mari kita menyambut pesta demokrasi Pemilu 2024 dengan kedewasaan, dengan suka cita, dengan memegang teguh nilai Pancasila, memperjuangkan Indonesia maju yang sejahtera, serta adil berwibawa di kancah dunia," kata Presiden.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengajak seluruh komponen bangsa untuk menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024 sebagai perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila.
Ajakan itu disampaikan Menko Polhukam saat menyampaikan amanat Presiden RI Joko Widodo dalam Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Pancasila, Ende, Nusa Tenggara Timur.
"Saya mengajak kita semua untuk bersama-sama menyukseskan pemilu yang jujur aman dan damai. Kita harus menjaga kerukunan dan keutuhan untuk menciptakan suasana yang kondusif. Ini adalah aplikasi dan pengamalan nilai Pancasila," kata Mahfud seperti dikutip Antara dari keterangan tertulisnya.
Mahfud menegaskan bahwa jiwa dan semangat Pancasila harus diaktualisasikan dalam kerangka berpikir, bertindak, dan bermasyarakat setiap individu agar terwujud nilai kemanusiaan dan solidaritas bangsa.
Pedoman Hidup
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, mengatakan Pancasila bersifat final, sehingga seluruh sila yang dijabarkan dalam UUD 1945 harus menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Salah satu masalah krusial dari bangsa ini yang sampai sekarang masih terus stagnan adalah pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan di mana hal itu tidak sesuai dengan sila ke-5 dan UUD 1945 Pasal 33.
"Butuh political will untuk mewujudkan keadilan sosial dan mengatasi masalah kesenjangan sosial. Kita perlu estafet kepemimpinan yang makin memperbaiki masalah keadalilan sosial tersebut," kata Benny.
Negara, katanya, harus hadir melalui penguasaan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pangan misalnya, tidak bisa negara mengandalkan impor. Sebaliknya negara harus melakukan empowering pada pelaku produksi pangan dalam negeri yakni para petani yang tinggal di perdesaan.
Regulasi ekonomi, terutama sandang, pangan, dan papan, negara harus memastikannya berpihak pada rakyat kecil yang lemah. Apa yang sudah dikerjakan Presiden Jokowi dengan melakukan hilirisasi di tambang harus diteruskan dan diperluas ke sektor pertanian khususnya pangan di mana pelaku utamanya adalah rakyat kecil di perdesaaan.
"Kekuatan desa harus jadi basis ekonomi dan negara tidak boleh mengutamakan segelintir importir ketimbang rakyat petani di perdesaan," tandas Benny.
Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, Umar Sholahudin, mengatakan implementasi keadilan sosial saat ini bukan bagi seluruh rakyat Indonesia, tapi bagi segelintir rakyat Indonesia.
"Ketimpangan/kesenjangan sosial ekonomi kita sangat memprihatinkan, sudah terlalu lebar. Kebijakan pembangunan ekonomi lebih banyak memberikan privalage kepada segelintir orang/ pemilik modal, terutama kroni. Kebijakan pembangunan kita masih berkarakter kapitalistik liberalistik. Pembangunan lebih berorientasi pada pertumbuhan, tapi minus pemerataan," kata Umar.
Sila ke-4 yang berisi demokrasi ekonomi tidak berjalan yang mengakibatkan runtuhnya sila ke-5. Para elite harus melakukan aksi nyata mengevaluasi kebijakan pembangunan ekonomi agar lebih berkeadilan bagi seluruh rakyat.