Selasa, 31 Des 2024, 02:05 WIB

Butuh Langkah Konkret Berantas Korupsi

Presiden Prabowo Subianto memperingatkan jajaran pejabat pemerintah di pusat dan daerah untuk memberantas praktik-praktik penggelembungan (mark up) anggaran karena itu bagian dari tindak pidana korupsi.

Foto: antara

JAKARTA - Tekad pemerintah memberantas korupsi dari tahun ke tahun, dari pemerintahan ke pemerintahan selalu digaungkan. Tapi hasilnya, korupsi dengan berbagai bentuk masih terjadi di hampir semua bidang dan lapisan. Terbaru, Presiden Prabowo Subianto memperingatkan jajaran pejabat pemerintah di pusat dan daerah untuk memberantas praktik-praktik penggelembungan (mark up) anggaran karena itu bagian dari tindak pidana korupsi. Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin (30/12),

Presiden menyebut langkah-langkah pencegahan saat ini telah diterapkan untuk mencegah mark up itu, di antaranya programprogram digitalisasi dalam pengadaan seperti e-catalog, e-government, dan govtech. “Untuk seluruh aparat, budaya mark up, penggelembungan (nilai) barang, proyek, dan anggaran itu adalah korupsi. Itu adalah merampok uang rakyat. Kalau bikin proyek 100 juta rupiah, ya 100 juta rupiah. Bikin rumah 100 juta rupiah, ya 100 juta rupiah. Jangan bilang 150 juta rupiah,” kata Presiden Prabowo.

Pengamat Kebijakan Publik dari Fitra, Badiul Hadi mengatakan, pernyataan tentang mark up adalah korupsi yang disampaikan Presiden sepertinya ingin menegaskan komitmen pemberantasan korupsi. “Pernyataan untuk kesekian kalinya ini perlu dibarengi langkah konkret yang terukur. Terlebih beberapa waktu lalu Prabowo juga mengeluarkan pernyataan yang kontroversial terkait memaafkan koruptor meski kemudian dibantah, “tegas Badiul. Menurutnya, tantangan memberantas korupsi menjadi kebijakan disemua tingkatan pemerintahan baik pusat, daerah, maupun desa.

Tawaran solusi Presiden Prabowo terkait digitalisasi sebenarnya juga sudah mulai berjalan. Namun, beberapa problem seperti integrasi sistem, kapabilitas dan kredibilitas SDM (sumber daya manusia), serta potensi manipulasi digital ini yang sebenarnya perlu penanganan serius.

Selain itu, perlu melanisme sanksi yang tegas, tidak sebatas formalitas. Dan yang tidak kalah penting adalah memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengelolaan anggaran dengan memberi informasi yang memadai atas pelaksanaan proyek proyek yang dikelola pemerintah pusat, daerah, dan desa.

Dari Yogyakarta, Ahli Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyatakan dukungannya atas arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas praktik mark up dalam penganggaran pemerintah. Selain menyoroti pentingnya digitalisasi dan teknologi kecerdasan buatan (AI), Hardjuno juga menekankan bahwa hukuman yang adil bagi pelaku korupsi menjadi elemen kunci dalam membangun budaya anti-korupsi yang kuat.

 Guru Besar hukum dari Universitas Airlangga Surabaya, Suparto Wijoyo, mendukung seruan presiden agar seluruh jajaran menghentikan praktik mark-up. Pidato itu menunjukkan bahwa presiden ingin tata kelola negara dilakukan secara lebih konstitusional, agar dide_ dikasikan untuk kemakmuran rakyat. Namun tentu masyarakat akan menunggu bagaimana realisasinya dalam tahun 2025 nanti.

Redaktur: Selocahyo Basoeki Utomo S

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: