Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Implementasi Pancasila - Harmoni Kehidupan Diinjak Semena-mena oleh Egoisme

Budaya Toleransi Mulai Memudar

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kebebasan berpendapat diterjemahkan oleh sebagian masyarakat dengan bicara seenaknya. Budaya sopan, tertib, toleransi, dan gotong royong semakin memudar.

CIREBON - Nilai-nilai luhur Pancasila sekarang ini mulai luntur di era reformasi, demokrasi, dan zaman media sosial. Radikalisme dan premanisme di setiap lini kehidupan tampak meningkat. Budaya sopan, tertib, toleransi, dan gotong royong semakin terdegradasi dan memudar.

"Kebebasan berpendapat diterjemahkan dengan bicara seenaknya sehingga tidak sopan dan bahkan cenderung menyinggung dan memfitnah," kata Sultan Keraton Kasepuhan Kota Cirebon, Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, di Cirebon, Jawa Barat, kemarin.

Untuk itu, perlu segera ada tindakan yang revolusioner agar bangsa Indonesia kembali kepada jati diri bangsanya. Dengan momentum Hari Kelahiran Pancasila ini, kata Sultan Arief, semua harus kembali lagi merajut apa yang sudah mulai luntur dan saling menghargai satu sama lain.

Sultan Arief mengusulkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sejarah bangsa Indonesia dan agama harus diterapkan lagi serta diperbanyak jam pelajarannya. "Kita upayakan untuk meningkatkan kembali jati diri bangsa dengan mempelajari kembali PMP, Sejarah, dan Agama," kata Sultan Arief.

Menurut Sultan Arief, Pancasila merupakan dasar negara yang harus disyukuri oleh masyarakat Indonesia karena di dalamnya terkandung nilai-nilai yang luhur. Untuk itu, seharusnya memang Pancasila dijaga dan tidak boleh tergantikan.

Dengan cara kembali menerapkan PMP di sekolah merupakan salah satu upaya untuk menjaga ideologi Pancasila. "Kita syukuri Indonesia mempunyai dasar negara yang relegius dan berbudaya karakter bangsa Indonesia," tutur Sultan Arief.

Harmoni Kehidupan

Secara terpisah, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan harmoni kehidupan bak warna-warninya bunga di taman sari dunia. Namun, saat ini harmoni kehidupan ini telah diinjak dengan semena-mena demi selfie bagi egoisme diri. Sungguh, awal sebuah kesedihan menuju perpecahan, menggores jiwa, meretakkan sayap-sayap Garuda Pancasila.

Sri Sultan HB X saat membuka Konser Indonesia Damai mengatakan kini rakyat bertanya mengapa Bumi Nusantara ini terus diusik oleh mereka yang mendua hati. Kenapa Pancasila selalu disulut ancaman radikalisasi dan intoleransi.

"Kini, rumah kita lagi diterjang petaka dari manca, paham yang tak kita kenal. Terus digoyang agar lima tiang utamanya roboh menimpa kita semua," tandas Sri Sultan.

Kini, tambah Sri Sultan, Ibu Pertiwi tercenung, merana, dan menangis seraya berdoa. Karena anak-anaknya larut dalam debat tak sehat. Terjebak pada greget-saut, bukannya suluk Ki Dalang yang menenteramkan hati dan menyejukkan nurani.

"Budi Utomo penyemai cita-cita. Sumpah Pemuda penegas bingkainya. Proklamasi tonggak perwujudannya. Pancasila pengikat yang menyatukan kita. Benar kata Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah bangsa kita," kata Sultan.

Warga Badui, Santa, mengatakan suku pedalaman Badui di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sudah lama menerapkan kehidupan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Selama ini, kehidupan masyarakat Badui di kawasan Pegunungan Kendeng rukun, damai, tenteram, dan aman.

"Kami sejak dulu hingga sekarang menerapkan hidup saling menghormati dan menghargai karena sudah diatur oleh Pancasila. Masyarakat Badui hingga kini belum pernah terjadi konflik sosial maupun perpecahan, apalagi sampai melakukan perlawanan terhadap pemerintah," kata Santa.

Prinsip hidup dari leluhur harus berbuat baik pada sesama manusia dan lingkungan sekitar. Karena itu, Santa selalu berpegang teguh terhadap ideologi Pancasila sehingga bisa mempersatukan bangsa Indonesia. "Kami hidup merasa tenang, damai, dan aman karena berkat menerapkan Pancasila sehari-hari itu," katanya.

Kepala Desa Kanekes, Saija, mengatakan saat ini penduduk Badui sekitar 11.000 jiwa sangat mencintai Pancasila karena dapat mempersatukan keanekaragaman rakyat Indonesia dengan perbedaan agama, suku, budaya, dan bahasa. Masyarakat Badui sangat menghormati dan menghargai, juga belum ada warga Badui yang terlibat hukum.

YK/SM/tgh/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S, Antara

Komentar

Komentar
()

Top