Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 28 Des 2017, 01:00 WIB

Budaya Subak yang Diakui Dunia

Foto: istimewa

Subak, budaya pengairan yang diterapkan masyarakat Bali, pada gilirannya kian mengukuhkan sistem irigasi tersebut, menyusul ditetapkannya Subak sebagai warisan budaya benda dan tak benda oleh UNESCO, beberapa waktu lalu.

Beberapa waktu lalu, Festival Subak 2017 yang diselenggarakan Pemkab Karangasem, Provinsi Bali, menandai kebangkitan petani melalui penerapan teknologi tepat guna, utamanya teknologi pengairan sawah, sehingga menghasilkan produk pertanian yang berkualitas, serta menumbuhkan ekonomi kreatif berbasis pertanian.

Hal tersebut dikemukakan Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa didampingi Kadis Pertanian Karangasem I Wayan Supandi di sela-sela penyelenggaraan seminar tentang Subak, Budaya Nusantara yang Mendunia, di Surabaya, pekan lalu.

"Dengan festival ini, saya berharap dapat menginisiasi tumbuhnya sinergi pertanian dengan pariwisata, mengedukasi petani dan masyarakat, sehingga hasil akhirnya mensejahterakan masyarakat Karangasem," ungkapnya

Sebagaimana dilansir sejumlah media di beberapa negara di dunia UNESCO, pada Juni 2017, mengakui sistem pengairan pertanian Bali yang disebut Subak sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

Kadis Kebudayaan Bali, Ketut Suastika mengungkapkan Subak masuk dalam dua kategori warisan budaya dunia.

Kategori pertama adalah warisan budaya benda dengan Pura Subak, sawah dan sistem irigasinya. Kategori kedua adalah warisan budaya tak benda dengan nilai-nilai sosial dan semangat gotong royong yang terdapat dalam subak.

"Pertama yang harus kita lakukan adalah, adanya peraturan daerah yang bisa memproteksi kawasan itu, atau misalnya perda tentang sawah-sawah abadi, ini harus dibicarakan, masyarakat diajak bicara secara terbuka, seperti apa yang harus kita lakukan dan ke depannya bagaimana," paparnya.

Suastika mengakui kini sedang mempersiapkan badan pengelola warisan budaya dunia yang nantinya bertugas melakukan evaluasi dalam upaya pelestarian Subak. Selain itu Pemprov Bali juga mempersiapkan insentif bagi masyarakat yang lahannya masuk kawasan perlindungan lahan Subak.

Sementara itu, budayawan Bali Dr I Gede Arya Sugiartha menegaskan yang penting diperhatikan dalam menjaga Subak ke depan adalah masalah ketersediaan air bagi persawahan petani. Apalagi istilah Subak pada dasarnya adalah pengaturan tata perairan bagi pertanian.

Ia menambahkan, meskipun subak adalah sistem irigasi khas Bali, terutama karena upacara ritual keagamaan yang senantiasa menyertai setiap aktivitasnya, namun ia memiliki nilai leluhur yang bersifat universal dan sangat relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Nilai-nilai tersebut adalah falsafah Tri Hita Karana( harmoni antara manusia dengan Sang Pencipta, harmoni antara manusia dengan alam, dan harmoni antara manusia dengan manusia) yang melandasi setiap kegiatan subak. pur/R-1

Memiliki Nilai Luhur

Subak, merupakan sistem irigasi yang berbasis petani dan lembaga yang mandiri. Keberadaan subak yang sudah hampir satu millenium sampai sekarang ini mengisyaratkan bahwa subak memang sebuah lembaga irigasi tradisional yang tangguh dan lestari, walaupun harus diakui bahwa eksistensinya kini mulai terancam.

"Ancaman terhadap kelestarian subak adalah bersumber dari adanya perubahan-perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Bali yang mengiringi derasnya arus globalisasi terutama pembangunan pariwisata Bali," ungkap Gede Arya.

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memperkuat dan melestarikan eksistensi subak sebagai warisan budaya yang sangat unik dan dikagumi banyak pemerhati irigasi di mancanegara.

Terkait persoalan irigasi, pada kesempatan berbeda, PT Sauhbahtera Samudera (SBS) dituding masyarakat sebagai penyebab kurangnya pasokan air di sejumlah sawah milik mereka di Kasemen, Serang, Banten, menyusul kunjungan sejumlah anggota DPRD Kota Serang ke PT SBS, dalam rangka menindaklanjuti keluhan masyarakat tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Djoko Purwono, GM Plant PT SBS menjelaskan pihaknya telah mengantongi izin. "Kami berani melakukan itu semua karena sesuai prosedur, mulai dari izin sampai pelaksanaannya," ujarnya.

Djoko menegaskan, proses penyedotan air dari saluran irigasi yang selama ini dilakukan pihaknya adalah tindakan legal sesuai peraturan dan surat izin pemanfaatan air (SIPA) yang dikeluarkan Dinas Sumber Daya Air Provinsi Banten, yang diperpanjang setiap dua tahun sekali.

"Persoalan muncul, lantaran ada kerancuan soal perizinan saat ini menyusul dikeluarkan putusan MK terkait pembatalan izin air bawah tanah (ABT). Perubahan izin sejak 2014 sesuai surat pemberitahuan yang kami terima," ujarnya.

Kendati demikian, Djoko mengaku akan mengubah sumber air seperti selama ini dilakukan dengan hanya melakukan penyedotan air dari aliran Sungai Ciujung melalui saluran pipa, sehingga tidak lagi bergantung pada Sungai Ciujung dan Cibanten. pur/R-1

Normalisasi Jaringan

Sementara itu, penjaga Bendungan Pamarayan, Serang, Banten, Hermanto, mengatakan normalisasi saluran irigasi Pamarayan sebelah barat akan memakan waktu sekitar 6 bulan atau sejak Desember 2017-Mei 2018. Selama proses berjalan, saluran air dari Bendungan Pamarayan ke beberapa kecamatan akan dilakukan sistem buka tutup.

"Jarak saluran irigasi cukup panjang, yakni mulai dari Cikeusal sampai Bojonegara," katanya.

Ia menuturkan, perbaikan saluran irigasi sebelah barat tersebut dikarenakan adanya tanggul yang longsor atau amblas. Selain itu, endapan lumpur di saluran irigasi sudah cukup tinggi. Dengan demikian, suplai air dari bendungan selama ini menjadi tidak lancar.

"Jadi, perbaikan peninggian tanggul, pengerukan lumpurnya, jadi normalisasi jaringan, bilamana diberikan saluran air sesuai dengan SOP dikhawatirkan air tidak dapat tersalurkan dengan baik karena mengalami luber akibat pendangkalan. Oleh karena itu kami hanya menyalurkan sebanyak 12 kubik per detik yang seharusnya 23 kubik per detik. Kami akui proyek ini teknisnya terkendala karena keputusan dan proses birokrasi yang belum selesai," ujarnya.

Proses normalisasi saluran dilakukan pihak balai besar. Saat ini, proses yang dilakukan sedang membuat mutual check nol (MC Nol). Untuk proses pengukuran, membutuhkan waktu sebulan.

"Jadi, ada jadwal tutupan hasil rapat dengan DP3A. Yang diperbaiki itu dari BPB 1 (Cikeusal)- BPB 22 (Bojonegara), cuma bertahap. Dampaknya sampai ke ujung juga bertahap. Makanya, pada kosong dikarenakan buka tutup selang 10 hari," tuturnya.

Fakta yang sebenarnya terkait penyebab kosongnya air di sungai akibat ada perbaikan bendungan ini, oleh sejumlah media beritanya dipelintir seolah-olah yang membuat air irigasi kosong karena disedot SBS.

"Sebenarnya hal ini bukan kesalahan SBS tetapi karena infrastruktur di wilayah sini yang tidak memiliki kesiapan maksimal, bukan perusahaannya," ujar Syahroni Ahmad, pengurus dari Pondok Pesantren di area sekitar. pur/R-1

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.