Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pantura

Budaya Mistis yang Tetap Eksis

Foto : KORAN JAKARTA/Teguh Rahardjo
A   A   A   Pengaturan Font

Selain sintren yang mistis dan magis, kesenian pantura lainnya yang juga kental dengan unsur magis adalah Rudat.

Kesenian tradisional khas Jabar ini berkembang sejak lama di wilayah Jabar dan Banten. Bahkan di wilayah pantura seperti Cirebon dan Indramayu, kesenian ini kembali dikenal masyarakat melalui kelompok kesenian Rudat Akrobat dari Kampung Bolang, Desa Jatisura, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu.

Dalam pergelarannya,mereka terkadang beraksimirip dengan aksi pencak silat untuk pamer kekuatan atau kekebalan. Sehingga jika di Banten dikenal dengan Debus maka di Indramayu dikenal dengan sebutan Genjring Akrobat. Pertunjukan berupa akrobat dilakukan dengan berbagai peralatan yang gampang dijumpai. Seperti tangga bambu, sepeda tua beroda satu, papan kayu dan sebagainya.

Atraksi ini mirip sirkus Rusia. Hanya saja kesenian Genjring Akrobat dalam atraksinya harus diiringi alat musik rebana. Bunyi nyaring rebana dan suara kencring-kencring dari lempengan tembaga di sisi rebana itulah yang kemudian menjadikan kesenian ini disebut Genjring. Nah, selama atraksi akrobat, selalu juga diisi dengan rudat, yakni tarian khas dengan iringan lagu shalawat atau bacaan ayat Al Quran.

Di Indramayu, Genjring Akrobat muncul dalam keseharian Pesantren Tambi Indramayu pimpinan dari Kiai Samad sekitar 1968.

Perkembangan seni ini tidak lepas dari perjuangan Sunan Gunung Jati di wilayah pantura, khususnya Cirebon dan Indramayu untuk menyebarkan Islam.

Dari berbagai catatan yang ada, Rudat mirip dengan seni Brai. Seni ini diperkirakan telah dikenal sejak abad ke-13 sebelum berdirinya Kesultanan Cirebon. Dari catatan Disbudpar Kabupaten Cirebon, konon ceritanya adatiga pemuda Timur Tengah bernama Sayid Abdillah, Abdurrakhman, dan Abdurrakhim diperintahkan orang tuanya mencari seorang bernama Syekh Nur Jati di Tanah Jawa (Cirebon) untuk berguru dan memperdalam ajaran Islam. Selama dalam perjalanan itulah mereka menyenandungkan syair-syair keagungan Allah dan rasul.

Mendengar irama itu, masyarakat yang belum mengenal Islam berbondong-bondong mengikuti tiga pemuda itu dari belakang hingga ke Gunung Ampara Jati pimpinan Syekh Nur Jati. Brai biasanya digelar pada malam Jumat, atau pada acara-acara tertentu, seperti tujuh bulan usia anak, lepas tali pusar atau puputan, dan acara-acara lain yang berkaitan dengan syukuran.

Bedanya, irama Genjring Rudat lebih keras, bergairah, dan beraturan. Sedangkan pada Brai, genjring ditabuh dengan sangat lembut dengan diselingi syair-syair. Pada awalnya rudat hanya dimainkan dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima hingga sepuluh orang. Mereka bermain di masjid dan surau-surau.

Sejumlah aksi yang mengundang decak kagum adalah mengangkat pemain laki-laki usia baya dengan menggunakan kaki. Pemainnya tidur telentang di tanah. Atau ada yang unjuk gigi dengan mengangkat motor dengan kaki dan menggoyang-goyangkannya.

Salah satu pemain Rudat Akrobat dari Indramayu adalah Mimi Rubiyah. Usianya sudah tidak muda lagi, hampir enampuluh tahunan. Meski sudah tua, ternyata kekuatan kakinya sungguh luar biasa. Mampu mengangkat beberapa orang pria sekaligus.Rubiyah adalah salah satu performer dari Kesenian Rudat. tgh/R-1


Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top