Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanganan Kekerdilan

BKKBN Sebut "Food Bank" Solusi untuk Atasi "Stunting"

Foto : Koran Jakarta/Muhamad Marup

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, usai membuka ­Rakernas BPP AKU, di Jakarta, Jumat (9/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyebut, bank makanan atau food bank bisa menjadi solusi dalam menangani stunting. Adapun salah satu penyebab stunting adalah kurangnya gizi asupan bagi anak.

"Food bank sangat erat hubungannya dengan stunting. Banyak orang kurang makan, gizinya masih kurang, jadi stunting. Tapi, tetangga-tetangga kita banyak yang makan sisa dibuang," ujar Hasto, dalam pembukaan Rakernas BPP AKU, di Jakarta, Jumat (9/9).

Hasto mengatakan, food bank banyak ditemui di berbagai negara. Di Indonesia sendiri sudah ada yang menginisiasi, tapi jumlahnya masih kecil. "Alangkah indahnya secara nasional digerakan. Di Indonesia belum banyak," jelasnya.

Lebih lanjut, Hasto memastikan, pihaknya mendorong agar semakin banyak food bank bisa hadir di kota/kabupaten di Indonesia. Meski begitu, BKKBN, lembaga pemerintah lain, bahkan PNS sekalipun tidak bisa membuat program pengumpulan bantuan seperti food bank.

Dia menyebut, food bank murni inisiatif dari masyarakat. Adapun kerja sama dengan pemerintah bisa dengan konsep business to business (B2B). "Kalau nyumbang ke BKKBN ditangkap KPK. Harus B2B, kita mendorong saja. Mudah-mudahan BKKBN dalam waktu dekat dapat mitra yang bisa mendorong," katanya.

Hasto menilai, hadirnya food bank bisa meningkatkan penanganan stunting terutama dalam pemenuhan gizi. Berbasis gotong royong, masyarakat yang tidak bisa membantu melalui dana, bisa melalui makanan.

Dia mengajak masyarakat untuk menjadikan food bank sebagai model bisnis social entrepreneurship. Meski begitu, mesti dijaga manajemennya agar bisa berkelanjutan, salah satunya dengan CSR dari pihak swasta.

"Menjaga tidak bangkrut harus ada manajemennya, ini penting juga. CSR bisa pengelola jasa untuk distribusi stunting yang hamil tapi kurang gizi," tandasnya.

BKKBN juga mengingatkan seluruh posyandu agar maksimal dan tidak menyepelekan pengukuran berat badan dan tinggi badan anak agar pendataan yang digunakan dalam percepatan penurunan stunting semakin akurat.

"Saya minta para kader di posyandu untuk mengukur tinggi atau panjang serta berat bayi secara benar sehingga hasilnya akurat. Sebab, hasil pengukuran tinggi serta berat bayi akan digunakan untuk menentukan tingkat prevalensi stunting di Indonesia tahun 2022," kata Hasto Wardoyo.

Hasto meminta agar pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dilakukan oleh bidan maupun tenaga kesehatan dapat dilakukan dengan benar dan sesuai tata laksana yang berlaku. Sebab data-data itu akan disusun menjadi Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022.

Apabila pengukuran tidak dilakukan dengan benar dan terjadi kesalahan pengukuran, maka tidak akan menutup kemungkinan tenaga kesehatan dapat salah mendiagnosa seorang anak yang sehat, masuk dalam kategori mengalami kekerdilan atau stunting.

Sebab dalam salah satu kasus, kata Hasto, salah pengukuran disebabkan oleh kaki anak bergerak-gerak pada saat pengukuran. Padahal untuk mengukur tinggi anak, badan harus lurus.

Hasto berharap semua posyandu mau bekerja sama mengukur tumbuh kembang anak secara cermat. Ia juga mengajak keluarga yang memiliki anak balita dan baduta datang ke posyandu untuk melakukan pengukuran.

"Apabila yang datang lebih dari 80 persen. Kualitas data yang diperoleh akan semakin bagus," kata Hasto.
Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Selatan Mawardi Yahya menambahkan sumber daya manusia yang berkualitas harus dengan serius disiapkan untuk menghadapi persaingan di masa depan, sebab sumber daya alam akan habis.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top