Biaya Pinjaman Tinggi, Peran Bank dalam Pembangunan Jadi Terbatas
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan NIM bank-bank di Indonesia termasuk tinggi, nomor dua di Asean. Makanya, bank-bank papan atas seperti Bank Mandiri dan BRI mampu membukukan laba bersih yang besar. Namun di balik keuntungan besar bank itu, justru menyulitkan penyaluran kredit karena biaya pinjaman menjadi tinggi. Artinya, peran lembaga keuangan tersebut dalam pembangunan menjadi terbatas.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengakui pertumbuhan kredit sampai dengan Juni 2023 masih melambat di angka 7,76 persen. Pencapaian tersebut lebih rendah daripada target yang dicanangkan tahun ini berkisar 10-12 persen.
"Penurunan NIM memang diperlukan di tengah kebutuhan pendanaan yang terjangkau bagi pelaku ekonomi, termasuk kelompok UMKM," kata Aloysius.
Dua faktor, menurut dia, yang penting diperhatikan agar NIM bisa turun yaitu inefisiensi dan orientasi profit. NIM yang tinggi sering juga mengindikasikan adanya persoalan inefisiensi di dunia perbankan nasional.
"Tingkat efisiensi bisa dilihat dari cost to income ratio, ini jadi syarat untuk menurunkan suku bunga pinjaman, yang kemudian menurunkan NIM," kata Aloysius.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya