Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mitigasi Bencana I Jawa Bagian Selatan Pernah Terjadi 12 Gempa Besar dan 8 Tsunami

Biasakan Evakuasi Mandiri

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono, minta masyarakat di daerah rawan tsunami perlu membudayakan evakuasi mandiri.

"Guncangan gempa kuat sebagai tanda masyarakat sekitar pantai harus segera evakuasi mandiri. Mereka tidak perlu menunggu peringatan dini tsunami," kata Daryono pada kegiatan Sekolah Lapang Geofisika (SLG) yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (16/3).

BMKG melaksanakan SLG di 30 lokasi pada 2021. Salah satunya di DI Yogyakarta yang berada di Jawa selatan dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia serta Zona Megathrust. Wilayah Jawa selatan memiliki tiga sumber gempa yang potensial. Mereka adalah megathrust Selat Sunda, megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah, dan megathrust Jawa Timur.

Dia menambahkan, berdasarkan data dan catatan sejarah telah terjadi 12 kali gempa besar di Jawa selatan dengan magnitudo 7,0 sejak 1840. Sejarah juga mencatat telah terjadi delapan kali tsunami di kawasan tersebut.

Hasil kajian terbaru menunjukkan, adanya akumulasi energi di beberapa zona. Mereka ada di Jawa Timur bagian selatan, Pacitan selatan, Jawa Barat dan Banten selatan. Wilayah-wilayah tersebut menunjukkan area yang memiliki potensi terjadi gempa.

"Jadi, sudah tidak diragukan lagi, Jawa selatan rawan tsunami. Tapi, ini bukan untuk menimbulkan kepanikan atau ketakutan. Tapi lebih sebagai upaya meningkatkan kesiapsiagaan," katanya.

Bagi masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir rawan tsunami, peringatan dini penting. Namun evakuasi mandiri jauh lebih penting. Masyarakat harus segera meninggalkan pantai ketika terjadi guncangan.

"Warga bisa selamat jika melakukan evakuasi mandiri karena waktu yang tersedia lebih banyak," katanya. Maka, masyarakat daerah rawan tsunami perlu memiliki peta jalan evakuasi. Peta harus dilengkapi jalur dan rambu. "Masyarakat harus selalu waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan," pinta Daryono.

Frekuensi Bencana

Sementara itu, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mempersiapkan frekuensi kebencanaan. Hal ini sebagai langkah mengoptimalkan koordinasi dalam mempercepat penanganan bencana alam dan nonalam.

"Kita ingin penanggulangan bencana terkoordinasi dengan baik. Maka, BPBD harus memiliki frekuensi kebencanaan tersendiri dalam penanggulangan bencana masyarakat," kata Wakil Gubernur Kepulauan Babel, Abdul Fatah, di Pangkalpinang. Ia menambahkan, saluran komunikasi menjadi sangat krusial kalau terjadi bencana suatu daerah.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung menyambut baik langkah responsif Kementerian Komunikasi dalam mengembangkan sistem komunikasi radio kebencanaan. "Dengan adanya frekuensi radio bencana, maka saluran komunikasi tidak terganggu, sehingga penanggulangan bencana menjadi lancar," ujarnya.

Menurut dia, frekuensi radio bencana penting bagi daerah guna meningkatkan pengetahuan dan koordinasi penyelenggaraan komunikasi kebencanaan antarpemangku kepentingan."Bencana alam seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan dan kerugian harta benda. Bahkan, tak jarang menelan korban jiwa," ujar Abdul. wid/Ant/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka, Antara

Komentar

Komentar
()

Top