Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Global - Kebijakan Moneter Dinilai Telah Memasuki Tahap Pengetatan

BI Diprediksi Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan

Foto : Sumber: BI, Federal Reserve – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>>Dollar AS akan tetap di jalur apresiasi sehingga terus membebani kurs rupiah.

>>Ancaman capital outflow masih akan membayangi pasar keuangan dalam negeri.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, antara 25-50 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) ekstra, Rabu (30/5).

Kebijakan itu antara lain bertujuan untuk menjaga agar spread atau selisih dengan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate (FFR), tidak makin menyempit.

Dengan demikian, instrumen investasi dalam rupiah masih menarik bagi investor. Ini diharapkan bisa mengurangi dorongan pelarian modal asing (capital outflow).

Bank Sentral AS (The Fed) diperkirakan menaikkan bunga acuan 3-4 kali dalam tahun ini, sehingga merangsang investor untuk beralih dari emerging market termasuk Indonesia ke investasi dalam dollar AS yang dinilai lebih menguntungkan.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen. Pada RDG BI, 17 Mei lalu, BI memutuskan untuk mengerek BI-7 DRRR sebesar 25 bps menjadi 4,5 persen.

"Kalau saya lihat dari beberapa pernyataan terakhir Gubernur BI, Perry Warjiyo, seperti dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), saya lihat suku bunga acuan akan dinaikkan 25 bps menjadi 4,75 persen," kata Josua, saat dihubungi, Selasa (29/5).

Menurut dia, langkah itu juga untuk mengantisipasi dampak kenaikan suku bunga AS pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Juni mendatang.

Sebab, FOMC tersebut bersamaan dengan libur Idul Fitri dan RDG BI selanjutnya digelar akhir Juni. "Ini langkah pre-emptive antisipatif sebelum The Fed menaikkan suku bunga diambil langkah preventif untuk rupiah," jelas Josua.

The Fed pada Maret lalu menaikkan FFR 25 bps menjadi 1,50-1,75 persen. Sementara itu, 18 dari 20 ekonom yang disurvei Bloomberg menyatakan BI tampaknya menaikkan bunga acuan sebesar 25 bps.

Seorang ekonom memprediksi kenaikan 50 bps, dan seorang lagi memprediksi suku bunga tidak berubah.

Tsutomu Soma, dari SBI Securities Co Tokyo, mengatakan Gubernur baru BI menunjukkan arah kebijakan bank sentral yang jelas sehingga meningkatkan sentimen positif.

Namun, sekalipun banyak dukungan kepada pimpinan bank sentral itu, tren apresiasi dollar kemungkinan besar masih berlangsung.

"Untuk jangka panjang, dollar kemungkinan akan tetap di jalur apresiasi sehingga akan terus membebani mata uang negara berkembang," papar dia, seperti dikutip Bloomberg, Senin (28/5).

Lebih Agresif

Sedangkan ekonom Senior di ING Groep NV Manila, Joey Cuyegkeng, mengharapkan BI menaikkan bunga acuan lebih besar dari sebelumnya.

Kenaikan kedua dalam dua minggu akan menstabilkan situasi lebih lanjut sambil mengomunikasikan kepada pasar bahwa BI siap untuk melindungi target inflasi, ekonomi, dan sistem keuangan.

"Tidak tertutup kemungkinan bunga acuan dinaikkan 50 bps seperti yang terjadi dalam tahap awal siklus pengetatan moneter pada Juni-November 2013," tukas Cuyegkeng.

Kepala Riset BNI Sekuritas Jakarta, Norico Gaman, mengatakan ada kemungkinan suku bunga acuan akan dinaikkan lagi.

Akan tetapi, jika kenaikan suku bunga menjadi lebih agresif, itu bisa membatasi potensi pertumbuhan ekonomi ke depan, pada saat pertumbuhan relatif lemah bahkan ketika suku bunga acuan berada pada level 4,25 persen.

"Tampaknya sikap kebijakan moneter bank sentral telah memasuki tahap kebijakan moneter ketat dari sikap kebijakan suku bunga rendah sebelumnya," kata Norico.

Sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan pasar tidak perlu khawatir kalau suku bunga dinaikkan.

"Karena dampaknya ke pertumbuhan ekonomi baru dirasakan 1,5 tahun mendatang, rata-rata empat sampai delapan kuartal dan tidak harus linear dengan permintaan kredit, semua tergantung kondisi domestik," jelas dia, Senin.

Pelaku pasar keuangan global memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 3-4 kali tahun ini, termasuk yang kedua kali pada Juni 2018.

Oleh karena itu, ancaman keluarnya arus modal asing yang bisa menurunkan nilai tukar rupiah, masih akan membayangi pasar keuangan dalam negeri.

Tekanan capital outflow juga datang dari membaiknya data ekonomi AS yang mendorong kenaikan FFR dan ekspansifnya kebijakan fiskal AS yang berpotensi menaikkan imbal hasil obligasi pemerintah, US Treasury Bill, bertenor 10 tahun. ahm/Ant/AFP/ahm

Penulis : Antara, AFP

Komentar

Komentar
()

Top