Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berkurban Guna Kalahkan Ego

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Tidak ada yang benar, kecuali aku. Tidak ada yang hebat, kecuali aku. Semua serbakeakuan. Aku lebih tinggi dari semua yang ada di dunia ini. Dampaknya ialah orang menjadikan dirinya sebagi pusat segalanya. Hal seperti ini sebenarnya ialah penyakit manusia modern, yang terlepas dari kemauan "berkurban" untuk orang yang lain.

Manusia yang satu bisa menjadi serigala bagi lainnya. Manusia memiliki penyakit baru secara psikhologis yaitu "penyakit tega". Ini sebuah tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama dan juga filsafat hidup Orang Jawa yang menyatakan tego larane ora tego patine. Masih bisa diterima kalau hanya sakit, tapi tidak bila meninggal. Artinya, jika yang dilakukan itu akan menyebabkan seseorang mati, hal itu tidak akan dilakukannya.

Islam telah mengajarkan agar kita saling mencintai. Diibaratkan bahwa kehidupan ini seperti bangunan yang saling menguatkan. Antara satu dan lainnya itu saling membutuhkan. Makanya harus saling membantu dan menolong. Hal ini juga senada dengan filsafat kehidupan Orang Jawa, lir kadyo godhong suruh, diwolak-walik ginigit podho rasane.

Kehidupan antarmanusia itu layaknya daun sirih dibolak-balik kalau digigit rasanya sama saja. Saya kira masyarakat Indonesia seharusnya memiliki falsafat hidup seperti ini. Manusia Indonesia sudah selayaknya meninggalkan egoisme atau keakuan ini.

Masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang religius tentu saja seharusya berada di dalam koridor untuk membangun kebersamaan dan bukan keakuan. Semestinya mengedepankan kekitaan dan bukan keakuan. Kita boleh hidup di zaman modern dengan segala pernak-perniknya, akan tetapi sikap dan pandangan hidup kita tidak boleh berubah yang biasanya mengedepankan "kekitaan," lalu berubah menuju "keakuan."
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top