Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Beri Kesempatan Rakyat "Bernafas"

Foto : ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww

Pekerja menata tabung gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen di Petojo, Jakarta, Selasa (28/12/2021). Pertamina melakukan penyesuaian harga elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram dengan kenaikan antara Rp1.600 hingga Rp2.600 per kilogram sejak 25 Desember 2021 untuk merespons tren peningkatan harga "Contract Price Aramco" (CPA) elpiji yang terus naik sepanjang 2021.

A   A   A   Pengaturan Font

Pandemi Covid-19 di Indonesia hampir memasuki tahun ketiga. Selama masa itu,sebagian besar masyarakat Indonesia merasa hidupnya semakin susah. Pendapatan menurun, banyak pekerja dirumahkan, dan banyak juga yang tadinya pekerja formal menjadi pekerja informal.

Tidak hanya di kalangan bawah, di kalangan menengah atas juga merasakan hal yang sama. Lihat saja, sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta banyak yang ditinggal penyewanya. Terlebih saat pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, banyak mal dan plasa yang sepi dan kurang terawat.

Saat level PPKM diturunkan tahap demi tahap, pusat-pusat perbelanjaan sudah lumayan ramai. Apalagi sejak diberlakukannya vaksinasi pada anak usia 6-11 tahun, mal dan plasa serasa hidup kembali meski omset pedagang masih jauh dibanding masa sebelum pandemi.

Kini masyarakat sudah terbiasa hidup dengan pendapatan yang turun. Mereka ke pusat perbelanjaan sekadar jalan-jalan dan refreshing. Di saat sudah bisa beradaptasi dengan situasi yang sulit, masyarakat dikejutkan dengan naiknya beberapa kebutuhan pokok seperti LPG nonsubsidi sekitar 1.600 - 2.600 rupiah per kilogram berlaku sejak 25 Desember 2021.

Harga LPG 12 kg mengalami kenaikan sebesar 21.000 rupiah per tabung dari harga sebelumnya 141.000 rupiah. Sementara untuk LPG 5,5 kg mengalami kenaikan sebesar 11.000 rupiah per tabungnya, dari 65.000 rupiah naik jadi 76.000 rupiah. Dan Bright Gas 3 kg menjadi 45.000 rupiah sedangkan LPG 3 kg subsidi tetap mengikuti harga yang ditentukan sebelumnya.

Yang lebih mengagetkan, kenaikan LPG nonsubsidi ini terjadi di tengah melambungnya beberapa kebutuhan pokok lain seperti cabe, telor, dan minyak goreng. Untuk minyak goreng, memang harga palm oil dunia naik 11 persen. Tetapi di harga konsumen naiknya bisa 80 persen. Di pasar swalayan dan pasar tradisional, harga minyak goreng masih di atas 20 ribu rupiah per liter. Padahal harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah adalah 11 ribu rupiah per liter.

Di tengah himpitan ekonomi yang makin sulit, masyarakat sekarang lagi ketar-ketir dengan rencana pemerintah menghapus beberapa Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti pertalite dan premium. Memang alasannya masuk akal, pemerintah hanya akan menjual BBM yang ramah lingkungan sesuai dengan Kesepakatan Paris yang berkomitmen untuk menghentikan suhu pemanasan bumi tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Namun penghapusan BBM berharga murah tersebut tentu akan membuat inflasi membengkak.

Sebaiknya pemerintah tidak perlu buru-buru menghapus pertalite dan premium dari pasar. Pemerintah harus juga memperimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Rakyat kecil sudah susah dengan melambungnya harga minyak goreng dan kenaikan LPG. Jangan lagi rakyat dibuat menjerit dengan penghapusan BBM berharga murah yang digunakan sebagian besar masyarakat Indonesia. Beri kesempatan rakyat kecil "bernafas". Tetapi kalau toh memang dihapus, pemerintah harus sudah menyiapkan subsidi BBM Pertamax.

Dan pemerintah juga harus bergerak cepat menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok minyak goreng yang jika dibiarkan berlarut-larut akan berdampak pada kenaikan kebutuhan pokok lain.


Redaktur : Koran Jakarta
Penulis : Koran Jakarta

Komentar

Komentar
()

Top