Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pesta Demokrasi

Beri Jeda 2,5 Tahun Antarpemilu

Foto : ANTARA/Putu Indah Savitri

Tangkapan layar saat Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, tampil dalam focus group discussion dengan topik “Tata Kelola Negara Berdasarkan Paradigma Pancasila” yang diselenggarakan secara daring, Rabu (11/8).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) sebaiknya diberi jeda 2,5 tahun antara pemilihan nasional dan daerah. Usul ini disampaikan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, di Jakarta, Rabu (11/8).

"Sebaiknya pemilu diberi jeda 2,5 tahun dan didului pemilu nasional," kata Siti Zuhro dalam focus group discussion dengan topik "Tata Kelola Negara Berdasarkan Paradigma Pancasila."

Jeda selama itu, menurut Siti, dapat untuk mengamati dan meninjau kembali penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Hasil peninjauan kembali bisa untuk meningkatkan penyelenggaraan pemilu di masa depan.

Siti Zuhro juga minta Pemilu 2019 sebagai bahan evaluasi. Penyelenggaraan pemilu serentak pada tahun 2019 mengakibatkan banyak petugas pemilihan mengalami kelelahan. Bahkan terjadi lebih dari 500 korban jiwa akibat beban kerja yang terlampau berat.

Peristiwa tersebut memperkuat usulan Siti Zuhro agar pelaksanaan pemilu tidak lagi secara bersamaan. Selain memberikan jeda waktu untuk melakukan evaluasi, jeda juga dapat mengurangi beban kerja para petugas pemilihan umum.

Penyempurnaan
Di samping mengusulkan pemberian jeda, dia juga menyampaikan saran bagi petugas yang berwenang untuk menyempurnakan sistem pemilu. "Perlu penyempurnaan sistem pemilu menuju satu formula campuran yang memungkinkan representatif dan akuntabilitas," ucapnya.

Menurut Siti, format pemilu saat ini yang sedang diimplementasikan dapat menjadi lebih baik apabila dalam prosesnya lebih diperlihatkan dialog atau perdebatan serius antarkandidat tentang agenda masa depan bangsa. "Perlu perdebatan tentang arah dan strategi kebijakan yang ditawarkan oleh para kandidat dalam memajukan daerah atau negara," tuturnya.

Dengan memaksimalkan perdebatan, menurut Siti, masyarakat dapat melihat kapabilitas dan akuntabilitas para kandidat pemimpin yang akan mereka pilih. Maka, dia berharap masyarakat dapat memilih pemimpin. Jangan hanya didasari popularitas dan elektabilitas. Namun, juga didasari kapasitas dan kapabilitas para calon.

E-Voting
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Daddy Rohanady mengusulkan agar pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak Tahun 2021 di wilayah Jabar menerapkan sistem pemungutan suara elektronik (Electronic voting atau e-voting).

"Langkah e-voting dalam Pilkada Serentak 2021 ini banyak manfaat yang didapat. Selain menghindari kerumunan, tentu mengurangi penularan Covid-19. Biaya pun pasti jauh lebih murah," kata Daddy Rohanady.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat tertanggal 5 Juli 2021 yang ditujukan kepada bupati/wali kota Jawa dan Bali. Isinya, penundaan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa Serentak dan Pemilihan Antara Waktu (PAW) se-Jawa Bali. Alasannya berpotensi menimbulkan kerumunan dalam rentang waktu penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Menurut dia, pemilihan kepala desa yang selama ini menjadi dilematis karena adanya PPKM, maka dengan sistem e-voting tidak terbebani lagi secara sosial kepada warga dan calon kepala desa. Daddy menyebut, mereka juga terbebas dari dilematisnnya melaksanakan tugas tersebut.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top