Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berdoa di Vihara Gunung Kalong yang Sejuk

Foto : KORAN JAKARTA / HENRI PELUPESSY

Penerang Kehidupan - Tidak ada acara khusus untuk memperingati perayaan Waisak 2562 BE/2018, di Vihara Avalokitesvara Sri Kukusredjo, Gunung Kalong, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (28/5). Bagi umat Buddha, berdoa dengan lilin dinyalakan merupakan sebuah simbol penerang kehidupan.

A   A   A   Pengaturan Font

Umat Buddha pada Selasa (28/5) memperingati hari raya Waisak. Peringatan Waisak dirayakan untuk mengenang tiga peristiwa penting bagi umat Buddha. Dalam Buddha, tiga peristiwa ini dinamakan Trisuci Waisak.

Pertama, lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 SM. Kedua, pangeran Siddharta mencapai penerangan agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodhgaya) di usia 35 tahun pada tahun 588 SM. Ketiga, Buddha Gautama parinibbana (wafat) di Kusinara di usia 80 tahun pada tahun 543 SM.

Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists) yang pertama di Sri Lanka pada tahun 1950. Untuk di Indonesia, puncak perayaan Trisuci Waisak 2562 BE/2018 secara nasional dipusatkan di pelataran Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Tidak ada peringatan khusus di Vihara Avalokitesvara Sri Kukusredjo, Gunung Kalong, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tidak ada aktivitas khusus untuk memperingati Waisak di tempat peribadatan yang dikenal dengan Kelenteng Gunung Kalong ini. Hanya digunakan untuk doa harian perseorangan saja.

Penjaga vihara, Warno, mengatakan menjelang hari raya Waisak, umat Buddha ke vihara untuk berdoa. "Tidak ada persiapan khusus di Vihara Gunung Kalong jelang Waisak. Umat Buddha yang datang lebih banyak dibanding hari biasa," kata Warno, di Semarang, kemarin.

Memang tidak digunakan untuk perayaan Hari Waisak karena Vihara Gunung Kalong bukan vihara pusat. "Vihara Gunung Kalong merupakan vihara kecil di Kabupaten Semarang, bukan vihara pusat seperti Vihara Watu Gong. Di sini hanya untuk doa perorangan atau keluarga saja," kata Warno.

Makin Khusyuk

Vihara Avalokittesvara Gunung Kalong yang berdiri pada tahun 1965 ini menjadi tempat berdoa yang sejuk. Berada di atas bukit, membuat umat Buddha yang berdoa menjadi semakin khusyuk. Puluhan lilin raksasa berwarna merah terpasang di dalam Vihara Avalokittesvara Gunung Kalong.

Bagi umat Buddha, lilin merupakan sebuah simbol penerang kehidupan. Lilin raksasa yang berada di dalam vihara ini berharga dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Tingginya berkisar dari dua meter hingga tiga meter.

Salah satu umat Buddha, Bambang Wiguna, mengatakan lilin yang dinyalakan saat berdoa memiliki arti sebagai lambang penerangan, kebersihan, dan kesucian. "Umat percaya, setiap harinya kita menginginkan jalan yang terang dan mudah. Simbol dari cahaya atau penerangan batin yang akan melenyapkan kegelapan batin dan mengusir ketidaktahuan," ujarnya.

SM/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top