Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 22 Jun 2019, 01:00 WIB

Berburu 'Sunset' di sang Ratu

Foto: koran jakarta/aloysius widiatmaka

Salah satu keindahan alam semesta ini adalah matahari terbenam (sunset). Apalagi bila keadaan cuaca cerah dan sinar matahari memerah padam. Ini menjadi kepuasan para pemburu sunset. Banyak tempat untuk menikmati keindahan matahari kembali ke peraduan. Di antaranya, Keraton Ratu Boko, Prambanan, Sleman, Yogyakarta.

Perlu diketahui, Keraton Ratu Boko tak jauh dari Candi Prambanan. Masyarakat sekitar ada juga yang menyebutnya sebagai Candi Boko. Dia berada dalam kawasan percandian seperti Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candisari, Candi Sambisari, Candi Sewu atau Candi Plaosan.

Tiap-tiap candi tersebut memiliki keunikan atau keunggulan tersendiri. Keunggulan Keraton Ratu Boko, salah satunya, menjadi tempat wisatawan menunggu matahari terbenam. Maklum karena posisinya bagus sekali lantaran berada di ketinggian perbukitan, 196 meter di atas permukaan laut. "Di sini kalau sore ramai sekali," kata Manajer Pemasaran dan Pelayanan PT Taman Wisata Candi Ratu Boko, Agus Tri Anggono.

Agus menambahkan, wisatawan datang untuk mengabadikan matahari terbenam dan membuat foto-foto pribadi atau pranikah. Memang benar kata Agus. Pada saat Koran Jakarta (KJ) tiba sekitar pukul 14.00 masih sepi. Jumlah wisatawan bisa dihitung dengan jari. Apalagi, panasnya menyengat.

Namun pada pukul 16, wisatawan baik domestik maupun asing mulai berdatangan secara berkelompok. Sayang pada hari itu, bukan keuntungan bagi KJ dan wisatawan lain karena sampai pukul 18 matahari tak tampak sama sekali. Padahal pada siang hari cuaca sangat cerah. Namun perubahan cuasa begitu cepat, sehingga mulai pukul 16 langit ditutup mendung.

"Belum beruntung. Padahal jauh-jauh ke sini," ujar seorang wisatawan asal Semarang, Yanti (22). Mahasiswa perguruan tinggi swasta itu datang bersama tiga rekannya. "Saya telah melihat keindahan sunset di Boko dari teman. Sayang, pas ke sini malah mendung," katanya.

Gerbang bekas kerajaan Boko memang bisa menjadi lokasi favorit menyambut sinar matahari menerpa pada sore hari. Namun begitu ada banyak spot lain seperti di lapangan atau justru di belakang gerbang dengan background tanah lapang.

Dari sejarahnya, menurut Agus, Boko dibangun di era Kerajaan Mataram Kuno abad ke-8. Keraton Boko sudah digunakan dinasti Syailendra (Rakai Panangkaran), jauh sebelum zaman raja Samaratungga (pendiri Candi Borobudur) atau Rakai Pikatan (Pendiri Candi Prambanan). Dari area perbukitan seluas 161 meter persegi itu masyarakat dapat melihat Candi Prambanan, Gunung Merapi, dan Kota Yogyakarta tanpa penghalang.

Peninggalan arkeologinya berupa banyak bekas bangunan. Di antaranya, gerbang utama, candi pembakaran, sumur suci, paseban, pendopo, kolam, dan keputren. Menurut Agus, air sumur kecil sering diambil untuk upacara keagamaan (Hindu) diarak berjalan kaki ke Candi Prambanan berjarak sekitar tiga kilometer. "Airnya tidak pernah surut," ujar Agus.

Air tersebut untuk upacara Tawur Agung (sehari menjelang Nyepi) guna menyucikan diri dan mengembalikan harmoni alam. Sumur ini terletak di belakang Candi Pembakaran, tak jauh dari gerbang utama. Candi kecil di dalam keraton Boko dinamakan Pembakaran karena ada peninggalan bekas abu pembakaran.

Namun sesungguhnya keratonnya berada di bagian belakang dan cukup jauh dari gerbang utama. Bagian keraton berada bersama dengan dua keputren (di bagian depan). Dulu tamu yang akan menghadap raja atau ratu harus menunggu di 'ruang tunggu' atau paseban. Ada dua paseban (barat dan timur). Sedang keputren terdiri dari dua batur (ruang) untuk tinggal kaum wanita.

Untuk penggemar sejarah atau purbakala, Keraton Ratu Boko sangat menarik didalami dan pelajari. Betapa hebat bangsa zaman dulu. Untuk sampai ke lokasi mudah sekali. Turis dari Jabodetabek bisa naik pesawat Garuda Indonesia atau Sriwijaya Air dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara Adisucipto Yogyakarta. Dari sini cukup dekat. Dengan mobil mungkin sekitar 30 menit saja sudah tiba di lokasi. wid/G-1

"Night Dive" di Pantai Pemuteran

Laut adalah tempat tinggal beranekaragam kehidupan dan berperan penting dalam siklus karbon sebagai organisme fotosintetik yang mengubah karbon dioksida terlarut menjadi karbon organik. Di setiap tingkatan kedalaman dan zona suhu, terdapat habitat-habitat tersendiri untuk spesies-spesies unik. Ini membuat lingkungan laut memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.

Terdapat bermacam-macam habitat laut, dari permukaan hingga palung yang paling dalam. Contoh, terumbu karang, hutan kelp, padang lamun, kolam pasang-surut, dan dasar laut berlumpur. Ada juga yang berpasir, berbatu, serta zona pelagik terbuka. Organisme yang hidup di laut juga bermacam-macam seperti ikan paus, fitoplankton, zooplankton mikroskopis, fungi, dan bakteri.

Keindahan alam bawah laut Indonesia telah dikenal di kalangan penyelam dunia. Bagi penggemar olah raga selam yang kebetulan berada di Bali, sempatkan melihat budidaya terumbu karang "biorock" di Pantai Pemuteran, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Biorock adalah metode menumbuhkan karang menggunakan arus listrik lemah, yang cukup aman bagi organisme dan penyelam. Listrik bertegangan sangat rendah dialirkan ke struktur konduktif yang dibenamkan di bawah air. Maka mineral-mineral laut yang terlarut seperti kalsium, magnesium, dan bikarbonat akan mengendap serta menempel pada struktur tersebut.

Hasilnya, substrat komposit dari brusit hidromagnesit dan kapur, dengan kekuatan mekanis yang setara beton. Karena didapatkan dari air laut, material ini setara komposisinya dengan substrat karang-karang alami.

Pengembangan biorock di Pantai Pemuteran yang kini dilakukan warga, awalnya dibantu peneliti dari Jerman, Wolf Hilbertz, danThomas Goreau dari AS tahun 2000. Kedua peneliti melakukan eksperimen pembuatan terumbu karang dengan metode biorock selama tiga bulan dan dengan hasil sesuai harapan. Pertumbuhan terumbu karang dengan metode biorock lebih cepat dua hingga enam kali lipat dibanding pertumbuhan secara alami.

Menariknya, warga menumbuhkan karang di struktur-struktur buatan dengan berbagai bentuk yang menarik sesuai dengan kearifan budaya lokal masyarakat Bali seperti struktur patung gajah Ganesha, Garuda Wisnu, Siwa, hingga Buddha. Kehadiran patung-patung terumbu karang tersebut menimbulkan sensasi sendiri saat menyelam di biorock Pemuteran.

Lampu

Puluhan ikan hias berseliweran di antara struktur-struktur terumbu berukuran besar. Penyelam yang ingin merasakan sensasi menegangkan dapat mencoba kegiatan night dive atau menyelam malam. Kegelapan pekat langsung menyambut pandangan begitu penyelam masuk ke dalam air. Yang terlihat hanya laut yang mendapat cahaya lampu sorot. Sorot lampu merupakan pemandangan indah yang menakjubkan bagi para penyelam.

Di tengah keheningan gelap, penyelam langsung dapat melihat patung berukuran besar. Sensasi tegang bercampur menjadi satu dengan rasa ingin tahu, sehingga membuat penyelam menjelajah lebih jauh dari garis pantai.

Struktur-struktur terumbu karang biorock hanya berada di sekitar kedalaman 5 sampai 10 meter, tidak terlalu jauh dari garis pantai. Menyelam dengan kedalaman seperti itu dapat menghemat persediaan udara dalam tabung, sehingga bisa lebih lama.

Selain pesona patung terumbu karang, penyelam juga dapat menjumpai beragam makhluk laut yang sedang beraktivitas di malam hari seperti ikan buntal, anemon, ular laut, atau clown fish.

Untuk sampai ke sini wisatawan dari Jabodetabek dapat naik pesawat Garuda atau Sriwijaya Air dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara Ngurahrai di Bali. Setelah itu, bisa dilanjutkan dengan menyewa kendaraan. SB/G-1

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Aloysius Widiyatmaka

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.