Benarkah Main Video Game Dapat Meningkatkan Kinerja Kognitif?
Ilustrasi - Bermain game online.
Foto: ANTARA/Ida NurcahyaniJAKARTA - Seorang ahli saraf dari Universitas Western di Kanada Profesor Adeian Owen mengatakan seseorang yang sering bermain gim video memiliki rata-rata kinerja kognitif 13,7 tahun lebih muda dibandingkan yang tidak bermain video gim.
"Individu yang jarang bermain gim video, bermain kurang dari lima jam per minggu di semua jenis gim, memiliki kinerja seperti orang-orang yang 5,2 tahun lebih muda," katanya yang dikutip dari laman Hindustan Times, Jumat.
Sebuah penelitian juga menemukan bahwa para pemain gim memiliki skor lebih baik dalam hal daya ingat, perhatian, dan keterampilan penalaran dibandingkan dengan mereka yang tidak bermain gim video.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga tingkat sedang selama 150 menit per minggu, sesuai dengan pedoman NHS, tidak meningkatkan daya ingat dan keterampilan berpikir seseorang tapi justru meningkatkan kesehatan mental.
Jenis permainan yang sering dimainkan oleh para gamer saat ini benar-benar sangat berbeda dari permainan pelatihan otak konsumen.
Ini termasuk gim teka-teki seperti Minecraft, Civilization, Hearthstone, dan Roblox, gim aksi bermain peran seperti The Witcher, Mass Effect, Fallout 4, Skyrim, Grand Theft Auto, dan Assassin's Creed, dan gim olahraga seperti FIFA, NHL, Mario Kart, Need for Speed, dan Rocket League.
Biasanya, permainan tersebut sangat menarik, strategis, dan dapat meningkatkan perhatian visual dan kecepatan pemrosesan, serta kemampuan memecahkan masalah, melalui pengulangan dan latihan yang intens.
"Setiap gamer juga tahu bahwa game-game ini dirancang untuk mengaktifkan sistem penghargaan otak, yang menyebabkan pelepasan neurotransmiter seperti dopamin. Hal ini juga dapat berdampak jangka panjang pada fungsi kognitif," kata Owen lebih lanjut.
Untuk penelitian yang dilakukan oleh Prof Owen dan rekan-rekannya di Science Museum Group di Inggris, 1.000 orang dewasa berusia antara 18 dan 87 tahun diminta untuk mengisi survei yang menjawab pertanyaan tentang kesehatan dan gaya hidup mereka, termasuk kondisi medis, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan.
Mereka juga mengikuti tes otak yang mengukur berbagai aspek kognisi seperti pembelajaran, perhatian, persepsi, dan keterampilan memori.
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- Para Ahli Kardiologi Perkenalkan Prosedur Inovatif Intervensi Jantung dan Pembuluh Darah
- BPBA: Sembilan Rumah Terbakar di Gayo Lues dan Lima Ruko di Aceh Besar
- Ikan Miliki Zat Gizi DHA yang Tidak Terdapat Dalam Sumber Protein Lain
- Tottenham: Van de Ven Belum Pulih, Romero Diragukan Lawan City
- OCA Permudah Pelaku Usaha Menjalin Hubungan Lebih Personal dengan Pelanggan