Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Benarkah Bahasa Indonesia Miskin Kosakata? Ini Jawabannya

Foto : The Conversation/Shutterstock/Lemon Tree Images

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Ketika kontak sosial terjadi antara masyarakat yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda, terjadi benturan dua konsep realita sosial dan budaya. Tidak semua konsep realita dari bahasa sumber dapat diakomodasi oleh kosakata bahasa sasaran.

Contohnya, menunjukkan emosi dalam budaya Jepang dianggap tidak sopan, sehingga meskipun ada lebih dari lima juta kosakata dalam kamus bahasa Jepang, sangat kecil jumlah kosakata yang berhubungan dengan afeksi dan emosi. Akibatnya, bahasa Jepang dianggap kurang efektif untuk mengekspresikan emosi sehingga banyak bahasa Inggris yang diserap ke bahasa Jepang untuk mengungkapkan emosi.

Jumlah kosakata juga tidak bisa dijadikan penentu kemalasan penuturnya. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kemalasan penutur dalam menggunakan banyak kosakata dan tata bahasa yang rumit ketika berinteraksi merupakan faktor penyebab munculnya kosakata baru. Ini mematahkan asumsi bahwa bahasa Inggris lebih detail dan lebih baik dari bahasa Indonesia yang malas, karena kemalasan penutur bahasa sifatnya universal.

Artinya, kemampuan sebuah bahasa untuk mengakomodasi detail dalam storytelling dan mengungkapkan emosi tidak terkait dengan jumlah kosakata dan kemalasan. Kosakata dalam kamus adalah bentuk politik bahasa elitis, sedangkan bahasa sehari-hari adalah cerminan kehidupan sosial dan budaya lisan masyarakat penutur bahasa tersebut.

Alih-alih membandingkan bahasa mana yang lebih baik dan menilai bahasa berdasarkan stereotip (prasangka) penuturnya, penggunaan bahasa semestinya dinilai dari fungsi komunikasinya berdasarkan konteks sosial penggunaannya.The Conversation
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top