Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perempuan di Pemilu I Komitmen untuk Melaksanakan Afirmasi Perempuan Cukup Tinggi

Bawaslu Gandeng Aktivis Perempuan Penuhi Kuota 30%

Foto : ANTARA/Sigid Kurniawan

Diskusi Soal Perempuan I Ketua Bawaslu, Abhan Misbah (kedua kiri) berbincang dengan Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini (kiri), pegiat Pemilu Wahidah Suaib (kedua kanan) dan Direktur Komite Pemantau Legislatif Syamsuddin Alimsyah saat menjadi narasumber diskusi di Kantor Bawaslu, Jakarta, Minggu (10/6).

A   A   A   Pengaturan Font

Badan Pengawas Pemilu bekerja keras agar kuota 30 persen perempuan dalam Pemilu terpenuhi.

Jakarta - Pemyelemggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) baru saja merampungkan beberapa proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu Provinsi periode 2018-2023. Komitmen terhadap keterwakilan perempuan menjadi salah satu isu yang kerap disoroti dalam setiap pelaksanaan seleksi. Ketua Bawaslu Abhan Misbah mengatakan, untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam lingkup penyelenggara pemilu, dari awal proses perekrutannya, Tim Seleksi (Timsel) yang terdiri dari berbagai macam latar belakang sudah melakukan berbagai macam sosialisasi.

Dan Bawaslu melihat seleksi yang dilakukan Timsel kepada calon Anggota KPUD sudah ramah terhadap perempuan. Hanya kata Abhan, masih minimnya keterwakilan perempuan dalam proses perekrutan tersebut karena minimnya minat dari perempuan itu sendiri menjadi penyelenggara pemilu. Menurutnya untuk memenuhi keterwakilan perempuan, Bawaslu sudah bekerja sama dengan pegiat/ aktivis perempuan.

"Kami (Bawaslu) juga ikut melakukan penjaringan Timsel, lakukan sosialisasi dan berkomitmen mengakomodir afirmasi perempuan dalam penyelenggara pemilu," ujar Abhan di Media Center Bawaslu, Jakarta, Minggu (10/6).Direktur Eksekutif dari Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menilai, dari hasil evaluasi yang dilakukan Timsel calon anggota KPUD, ia menegaskan bahwa animo perempuan mendaftar menjadi penyelenggara pemilu sangatlah tinggi.

Hanya saja minat yang tinggi tersebut kadang terbentur dengan faktor budaya. Titi mengungkapkan, di beberapa daerah ada stigma jika perempuan maju sebagai penyelenggara pemilu, maka dianggap tidak etis jika perempuan yang memimpin. Oleh karena itu tambah Titi, kedepannya Penyelenggara Pemilu harus bisa lebih melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar perempuan bisa menjadi pemimpin di instansi-instansi.

"Jadi ada beberapa benturan yang membuat perempuan lebih sulit masuk ke ranah politik dan ranah publik termasuk ketika ingin berkontribusi untuk jadi penyelengara pemilu," tegasnya. Pegiat Pemilu Wahidah Shuaib berpendapat, afirmasi perempuan sebagai penyelenggara pemilu masih memiliki tantangan dan kendala dalam proses seleksinya.

Diantaranya yakni, masih terjadinya ketidakadilan gender, keluarga dibenturkan antara peran publik dan peran ibu rumah tangga, regulasi dan sistem yang belum sepenuhnya ramah terhadap perempuan. "Hal seperti itu yang membatasi bahkan membuat trauma perempuan untuk bisa mengikuti seleksi menjadi penyelenggara pemilu," tutur Wahidah.

Perkuat Peluang

Oleh karena itu, Aktivis Perempuan dari Fatayat NU tersebut menegaskan, seharusnya penyelenggara pemilu membuat aturan teknis proses seleksi yang memperkuat peluang peningkatan afirmasi perempuan, termasuk menutupi kelemahan UU Pemilu yang tidak memuat aturan afirmasi perempuan dalam komposisi Timsel KPUD dan Kabupaten/ Kota. Dengan masih minimnya perempuan mendaftarkan diri pada tahap pendaftaran, dapat dijadikan pengunduran batas akhir pendaftaran. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top