Banyak Sekali, OJK Terima 1.672 Pengaduan terkait Perilaku Petugas Penagih Utang
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi.
Foto: ANTARA/ Muhammad HeriyantoJakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, pihaknya menerima 1.672 pengaduan yang berindikasi pelanggaran terkait perilaku petugas penagihan.
Data tersebut diperoleh berdasarkan data layanan konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan pengaduan pelanggaran perilaku petugas penagihan paling banyak terjadi pada layanan pinjaman daring (pindar) sebanyak 1.106 pengaduan.
“Terdapat 1.672 pengaduan berindikasi pelanggaran terkait perilaku petugas penagihan dengan rincian layanan pinjam meminjam berbasis teknologi (pindar) 1.106 (pengaduan), perusahaan pembiayaan 179, dan perbankan 387,” kata Friderica atau akrab disapa Kiki di Jakarta, Kamis.
Mekanisme penagihan kredit dan pembiayaan telah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Beberapa hal yang diatur terkait penagihan kredit seperti tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen; tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; serta tidak menagih kepada pihak selain konsumen.
Kemudian, penagihan juga tidak diperkenankan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; penagihan dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen; serta hanya pada hari Senin hingga Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00-20.00 waktu setempat.
Adapun penagihan di luar domisili konsumen dan waktu yang diatur hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.
POJK 22/2023 juga mengatur cara promosi atau iklan produk keuangan. Hingga triwulan III 2024, Kiki menyampaikan bahwa terdapat 229 iklan melanggar dari total 14.481 iklan yang dilakukan pemantauan (1,58 persen).
“Untuk iklan melanggar paling banyak ditemukan dari sektor PVML (Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya) sebesar 2,80 persen (99 dari 3.536 iklan),” kata Kiki.
Ia merinci, pelanggaran yang paling banyak ditemukan terkait dengan pernyataan berizin dan diawasi oleh OJK dan pencantuman logo OJK; informasi yang dapat membatalkan manfaat yang dijanjikan pada iklan (misalnya: tidak mencantumkan periode promo); serta tautan spesifik untuk iklan yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
Hingga 24 Desember 2024, OJK telah mengenakan 7 sanksi administratif berupa denda dan 26 sanksi administratif berupa peringatan tertulis atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen dalam penyediaan informasi dalam iklan, tata cara pemasaran produk/layanan, dan juga tata cara penagihan kepada konsumen.
Adapun pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) juga memiliki kewajiban penyampaian laporan terkait dengan kegiatan literasi dan kegiatan inklusi keuangan sebagaimana diatur dalam POJK 22/2023.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kiki menyampaikan bahwa OJK telah melakukan penegakan ketentuan berupa pengenaan sanksi administratif atas keterlambatan pelaporan.
Berdasarkan aturan, PUJK yang melanggar ketentuan mengenai kewajiban pelaksanaan kegiatan untuk meningkatkan literasi keuangan dikenai sanksi administratif antara lain mulai dari peringatan tertulis, pembatasan produk dan/atau layanan, denda administratif sampai dengan pencabutan izin produk dan/atau layanan atau izin usaha.
“Hingga Desember 2024, OJK telah mengenakan sejumlah 290 sanksi administratif keterlambatan pelaporan, yaitu 260 sanksi administratif berupa denda dan 30 sanksi administratif berupa peringatan tertulis,” kata Kiki.