Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Bank Dunia Mengkhawatiran Kemampuan Bayar Utang Negara-negara Berkembang

Foto : Istimewa

Gedung Bank Dunia di Washington DC.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Menjelang akhir tahun 2023, Word Bank atau Bank Dunia memperingati tahun kelima puluh penerbitan Laporan Utang Internasional, dengan mengatakan bahwa negara-negara berkembang mengeluarkan dana sebesar 443,5 miliar dolar AS pada tahun 2022 untuk melunasi utang publik dan jaminan publik mereka, yang merupakan peningkatan sebesar 5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Menurut Bank Dunia, 75 negara yang memenuhi syarat untuk meminjam uang dari Asosiasi Pembangunan Internasional atau
International Development Association (IDA) Bank Dunia, yang secara ketat berfokus pada negara-negara termiskin, membayar utang yang mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 88,9 miliar dolar AS pada tahun 2022 hanya untuk pembayaran utang. biaya. Selain itu, biaya pembayaran utang untuk 24 negara termiskin di dunia diperkirakan akan meningkat drastis sebesar 39 persen pada tahun 2023 dan 2024.

"Tingkat utang yang mencapai rekor tinggi, ditambah dengan suku bunga yang tinggi, telah menempatkan banyak negara di jalur menuju krisis," kata Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia.

"Negara-negara berkembang terpaksa melunasi utang publiknya atau berinvestasi di bidang kesehatan masyarakat, pendidikan, dan infrastruktur."

Dikutip dari Development Aid, dalam tiga tahun terakhir saja, 10 negara berkembang mengalami 18 kali gagal bayar (sovereign defaults) atau gagal bayar utang (sovereign defaults) atau gagal bayar utang (sovereign defaults) atau utang negara (sovereign defaults)), yang merupakan angka yang lebih besar dibandingkan gabungan seluruh utang negara (default) yang terjadi pada 20 tahun sebelumnya. Selain itu, sekitar 60 persen negara berpendapatan rendah mempunyai risiko tinggi atau sudah mengalami kesulitan utang. Yang semakin memperparah penderitaan ini adalah bahwa lebih dari sepertiga utang publik yang dimiliki oleh negara-negara berpendapatan rendah melibatkan tingkat suku bunga yang bervariasi dan berisiko meningkat secara tiba-tiba. Dan negara-negara berpendapatan rendah yang berhutang banyak menghadapi beban lain: akumulasi pokok, bunga, dan biaya yang harus mereka bayarkan saat ini karena telah berpartisipasi dalam Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DDSI) G-20 di era pandemi pada tahun 2020 telah menjadikansemakin mahal bagi negara-negara untuk melunasi utangnya.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top