Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan Berkelanjutan I Bantuan Sosial Tidak Menghapus Kemiskinan

Bangun Ekonomi Desa untuk Ciptakan Lapangan Kerja

Foto : ISTIMEWA

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya keberlanjutan dan kesinambungan dalam menjalankan kepemimpinan sebuah negara, terutama untuk mencapai visi dan mimpi besar bangsa Indonesia.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya keberlanjutan dan kesinambungan dalam menjalankan kepemimpinan sebuah negara, terutama untuk mencapai visi dan mimpi besar bangsa Indonesia.

"Kepemimpinan itu ibarat tongkat estafet, bukan meteran pom bensin. Kalau meteran pom bensin mulai dari nol ya, apakah kita mau begitu? Ndak kan. Masak kaya meteran pom bensin," kata Jokowi dalam arahannya pada peluncuran rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 di Jakarta, Kamis (15/6).

Kepemimpinan yang berkelanjutan dan berkesinambungan, kata Presiden, merupakan aspek penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

"Mestinya, kalau sudah dari TK, SD, SMP, maka kepemimpinan berikutnya masuk SMA, universitas, nanti berikutnya S2, S3. Tidak maju-mundur, poco-poco (tarian-red)," kata Presiden.

Selain keberlanjutan kepemimpinan, Kepala Negara juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas. Tidak ada satu negara pun yang bisa mencapai kemakmuran tanpa stabilitas yang terjaga.

Menanggapi pernyataan Presiden, Peneliti Pusat Riset dan Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shanti Bhuana, Bengkayang, Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut, mengatakan keberlanjutan dalam estafet kepemimpinan memang penting, khususnya kepemimpinan yang demokratis nasionalis. Namun demikian, masih ada beberapa catatan yang harus dibenahi, terutama tuntutan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menguasai iptek.

"Apa gunanya SDM yang menguasai iptek kalau tidak ada lapangan kerja. Selama ini pemimpin kita membangga-banggakan bermunculannya perusahaan unicorn atau perusahaan rintisan (startup) dengan valuasi satu miliar dollar AS. Apa keuntungan unicorn untuk Indonesia? Pekerjanya orang luar negeri, barangnya impor, dananya pun dari luar negeri. Kita hanya disuruh beli," kata Siprianus.

Kebijakan pemerintah selama ini, secara otomatis telah membunuh sektor riil dengan berbagai biaya siluman, sedangkan produk-produk impor begitu gampang berseliweran di pasar dalam negeri sehingga mematikan produk nasional.

Hal itu karena sejak Orde Baru yang diestafetkan hanya oligarki dan kroni. Padahal, syarat untuk pembangunan SDM itu harus tersedia lapangan kerja, agar lulusan S2 jangan jadi cleaning service.

"Pengembangan SDM harus link and match, harusnya, sebelum lulus sudah ada pekerjaan yang menunggu," katanya.

Ekonomi Desa

Lebih lanjut, Siprianus mengatakan untuk menciptakan keberlanjutan dan menekan angka kemiskinan, solusinya harus membangun ekonomi perdesaan agar ketimpangan berkurang. Membangun ekonomi desa harus konkret dengan membangun industri di desa.

"Kalau hanya modal saja, tapi tidak ada kerjaannya buat apa? Selama ini banyak bikin program yang tidak realistis. Mereka pikir kalau dikasih duit, terus tidak miskin, padahal ya tetap miskin, kecuali tiap bulan. Bantuan sosial itu tidak menghapus kemiskinan. Bantuan sosial hanya memberi orang miskin makan, kemiskinannya ya tetap," katanya.

Sebab itu, pemerintah ke depan tidak boleh hanya berangan-angan, tapi harus melaksanakan pembangunan ekonomi desa seperti rekomendasi dalam Rakernas PDIP baru-baru ini.

"Jangan mimpi 2045 kalau sekarang tidak dikerjakan, itu terlalu jauh. Jangan mimpi Indonesia Emas, itu tidak ada kalau tidak dikerjakan hari ini. Lihat Vietnam, diam-diam hampir menyalip Indonesia. Jangan hanya berangan-angan dan berandai-andai. Itu yang harus dicanangkan besar-besaran. Kalau itu dilakukan, tidak usah dihitung berapa hasilnya, berpa pendapatan perkapita kita, pasti akan naik sendiri. Lebih baik menghitung apa yang sudah dikerjakan daripada menghitung yang tidak dikerjakan," katanya.

Pengamat ekonomi, Faisal Basri dalam sebuah diskusi berpendapat bahwa ekspor Indonesia tidak mempunyai daya saing karena tingginya biaya ekonomi (high cost economic). Kualitas investasi yang masuk, sedikit manufakturnya.

Sebagian besar investasi di bidang sumber daya alam dan menghasilkan barang yang di jual di Indonesia. "Hanya jago kandang," kata Faisal.

Diminta terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan pembangunan bagi sebuah negara merupakan syarat wajib untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur.

Sebab itu, perlu suatu garis besar haluan negara dan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan. Perbedaan partai politik para pemimpin nasional seharusnya bukan menjadi penghalang keberlanjutan pembangunan, karena adanya landasan dan aturan yang mengikat mengenai keberlanjutan pembangunan.

"Sudah saatnya para pemimpin politik menghilangkan ego kepartaian demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Jika kesinambungan pembangunan tidak berjalan maka akan berdampak buruk pada pemborosan anggaran dan relatif kecilnya peningkatan pendapatan nasional. Pada akhirnya akan sulit mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur," pungkas Suhartoko.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top