Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Konflik di Myanmar I KTT Menteri Asean akan Bahas Perkembangan Terakhir Konflik

Asean Didesak "Hukum" Junta

Foto : AFP/Philip FONG

Protes Junta I Sejumlah aktivis yang ikut serta dalam aksi protes menentang eksekusi aktivis prodemokrasi oleh junta di Myanmar, berunjuk rasa di luar United Nations University di Tokyo, Jepang, pada Selasa (26/7) lalu. Desakan terhadap Asean untuk “menghukum” junta dalam menanggapi eksekusi itu saat ini makin menguat.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Seruan bagi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) untuk menghukum junta di Myanmar, meningkat menyusul eksekusi mati terhadap empat tahanan politik aktivis prodemokrasi.

Aktivis demokrasi Ko Jimmy, yang bernama asli Kyaw Min Yu, mantan anggota parlemen Liga Nasional untuk Demokrasi Phyo Zeya Thaw, serta aktivis Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw, dihukum gantung oleh junta kemungkinan pada Sabtu (23/7) pekan lalu, tetapi baru diumumkan pada Senin (25/7).

Pengadilan militer Myanmar telah memvonis mereka atas tindakan terorisme dan mereka kalah banding atas hukuman mati yang dijatuhkan kepada mereka. Junta militer juga telah menolak kemungkinan pengampunan terhadap mereka.

Sebelumnya pada Selasa (26/7) lalu, asosiasi yang beranggotakan 10 negara tersebut, telah mengeluarkan kecaman paling keras ke junta militer dengan mengatakan bahwa eksekusi empat aktivis prodemokrasi Myanmar itu sebagai sebuah tindakan sangat tercela, sementara Menteri Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah, mengatakan hukuman gantung tersebut sebagai sebuah kejahatan melawan kemanusiaan.

Menanggapi eksekusi tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno LP Marsudi, menyerukan kembali apa yang telah dinyatakan oleh mitranya, Menlu Malaysia, untuk mengadakan pembahasan khusus tentang Myanmar dalam pertemuan tingkat menteri Asean yang dijadwalkan awal bulan depan.

Pada pernyataannya Rabu (27/7) lalu, Menlu Retnomenegaskan bahwa eksekusi telah menghambat konsensus lima poin yang disepakati pada April 2021, menyusul kritik atas kurangnya kecaman dari Indonesia terhadap tindakan junta.

"Presiden Indonesia menyatakan kekecewaannya karena tidak ada kemajuan dalam implementasi (konsensus)," kata Menlu Retno dalam konferensi pers. "(Oleh karena itu) saya sudah mengusulkan agar pertemuan tingkat menteri Asean pada awal Agustus di Phnom Penh, secara khusus membahas perkembangan terakhir," imbuh dia.

Pendapat Analis

Namun para analis politik di kawasan itu mengatakan, Asean, yang bekerja berdasarkan konsensus, perlu untuk menindaklanjuti kecaman keras itu dengan aksi yang lebih nyata terhadap Myanmar yang telah melanggar konsensus lima poin, dimana salah satunya adalah mengakhiri kekerasan pascakudeta di negara itu.

Sharon Seah, koordinator Pusat Studi Asean dan Perubahan Iklim di ISEAS - Yusof Ishak Institute di Singapura, mengatakan perkembangan terakhir mungkin menjadi titik kritis untuk perhimpunan negara-negara Asia tenggara tersebut.

"Asean perlu memikirkan kembali secara serius pendekatannya terhadap Myanmar, termasuk bentuk penangguhan sementara secarade factomeskipun Piagam Asean tidak secara eksplisit mengaturnya," cuit Seah di media sosial.

"Jika Asean tidak mengambil tindakan lebih keras, maka itu akan tampak lemah dan kurang kredibilitas. Tapi, jika tindakan itu dilakukan, berisiko menutup pintu negosiasi dengan pemerintah junta secara permanen," imbuh dia.

Sementara itu Aizat Khairi, seorang akademisi di Departemen Studi Umum di Universitas Kuala Lumpur, mengatakan beberapa bentuk hukuman perlu dijatuhkan sebagai hukuman atas eksekusi tersebut.

"Kemungkinan sulit untuk mengusir Myanmar dari Asean, tetapi ini adalah sikap yang jika diambil, akan mengirim pesan yang kuat kepada junta bahwa Asean memang bersatu dan tidak mentolerir kejahatan terhadap kemanusiaan," kata dia.

Aizat juga mengatakan Asean bisa membawa para pemimpin junta ke Mahkamah Internasional dan menjatuhkan sanksi ekonomi. RFA/BenarNews/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top