Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Asean Berupaya Wujudkan Perdamaian di Myanmar

Foto : Istimewa

Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn berbicara dalam Pertemuan Khusus Menteri Luar Negeri Asean di Jakarta, 27 Oktober 2022.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Para menteri luar negeri (Menlu) Asean pada Kamis (27/10) memutuskan untuk mempertahankan rencana perdamaian yang gagal untuk Myanmar. Sebuah kebijakan yang oleh kelompok hak asasi manusia disebut sebagai "sangat mengecewakan", beberapa hari setelah terjadinya serangan udara paling berdarah di negara itu sejak kudeta tahun lalu.

Dikutip dari BenarNews, Jumat (28/10), para Menlu Asean menekankan perlunya memastikan implementasi dengan tenggat waktu dari konsensus lima poin yang disepakati oleh junta Myanmar pada April 2021, demikian kata Kamboja yang memegang jabatan ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu dalam pertemuan khusus para menteri luar negeri anggota blok tersebut di Jakarta.

"Para Menlu menegaskan kembali pentingnya dan relevansi dari konsensus lima poin, dan menggarisbawahi perlunya memperkuat pelaksanaannya melalui aksi praktis dan nyata yang memiliki tenggat waktu," bunyi pernyataan Menlu Kamboja Prak Sokhonn.

Konsensus lima poin itu menyerukan segera diakhirinya kekerasan; dialog di antara semua pihak terkait; mediasi dialog oleh utusan khusus Asean; pemberian bantuan kemanusiaan melalui jalur Asean; dan kunjungan oleh utusan khusus blok tersebut ke Myanmar menemui semua pihak terkait.

Prihatin dan Kecewa

Menlu Indonesia, Retno Marsudi mengatakan rekan-rekannya sesama menteri luar negeri Asean menyampaikan keprihatinan dan kekecewaan terhadap tidak adanya kemajuan signifikan dari pelaksanaan konsensus lima poin dan bahkan beberapa negara menyampaikan rasa frustrasinya.

"Alih-alih ada kemajuan, situasi bahkan dikatakan memburuk, dan ini merupakan refleksi dari apa yang disampaikan oleh para Menlu Asean," ujar Retno.

Tetapi, seperti yang disampaikan Prak Sokhonn, Asean sepakat bahwa "terlepas dari tantangan besar tersebut, Asean tidak boleh berkecil hati, tetapi bahkan lebih bertekad untuk membantu Myanmar mewujudkan solusi damai secepat mungkin".

Pertemuan khusus tersebut tidak membahas mengenai dikeluarkannya Myanmar dari Asean, kata Direktur Jenderal Kerja Sama Asean, Kementerian Luar Negeri, Sidharto Suryodipuro dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri.

"Pembahasan situasi di Myanmar selama ini selalu didasarkan bahwa Myanmar tetap menjadi bagian dari Asean," ujar Sidharto.

Pertemuan khusus di Jakarta itu diadakan untuk mempersiapkan rekomendasi yang akan disampaikan kepada para pemimpin Asean pada KTT blok 10 negara itu di Kamboja pada 10-13 November.

Ketidakpuasan telah tumbuh di antara beberapa anggota Asean terkait junta yang mengingkari konsensus yang telah disepakati, dan di tengah kekerasan tanpa henti di negara itu, terutama eksekusi empat tahanan politik Juli lalu.

Sedikitnya 63 orang tewas setelah sebuah pesawat militer Myanmar hari Minggu lalu menjatuhkan amunisi ke kerumunan orang yang menghadiri sebuah konser musik merayakan ulang tahun ke-62 Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO). Serangan udara itu disebut sebagai aksi paling mematikan sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta Februari 2021.

Menlu Malaysia, Saifuddin Abdullah, pada Juli telah mengangkat kemungkinan untuk meninggalkan konsensus lima poin, dan bulan lalu di New York mempertanyakan legitimasinya, karena junta jelas-jelas mengabaikannya.

Namun Saifuddin, yang secara konsisten menyuarakan isu-isu Myanmar pasca-kudeta di Asean, tidak hadir dalam pertemuan di Jakarta, Kamis, karena pemerintahannya kini bersifat domisioner menyusul dibubarkannnya parlemen menjelang pemilihan umum 19 November nanti.

Menurut sumber diplomatik Asean, selain Malaysia, Menlu Vietnam juga absen karena sedang mempersiapkan kunjungan ketua partai komunis Vietnam ke Tiongkok minggu depan.

Pertemuan di Jakarta dihadiri langsung tujuh menteri luar negeri Asean, sementara menteri luar negeri Malaysia dan Vietnam tidak hadir dan diwakili oleh pejabat lain. Seperti dalam beberapa pertemuan tingkat tinggi sebelumnya, perwakilan junta Myanmar tidak diundang, walaupun perwakilan non-politis tetap diundang.

Dalam pernyataan resminya setelah pertemuan, Kamboja sebagai Ketua Aseanmengatakan "perwakilan non-politis dari Myanmar sudah diundang untuk menghadiri rapat, namun undangan tersebut tidak mendapat respon positif". 'Junta telah menunjukkan penghinaannya terhadap Asean'.

Wakil Direktur Human Rights Watch untuk Asia, Phil Robertson, tidak berbasa-basi dalam mengungkapkan kekecewaannya atas hasil pertemuan Menlu Asean di Jakarta itu.

"Asean telah mencapai ambang batas toleransi terkait di Myanmar, tetapi pernyataan dalam pertemuan khusus Menlu itu lebih pada bisnis seperti biasa, dan itu adalah sesuatu yang sangat mengecewakan. Sulit untuk melihat bagaimana konsensus lima poin dapat diselamatkan ketika junta militer gagal mengimplementasikan apa yang dijanjikan oleh Jenderal Min Aung Hlaing di Jakarta tahun lalu," kata Robertson dalam sebuah pernyataan mengacu pada pimpinan militer Burma yang melakukan kudeta pada pemerintahan sah Myanmar Februari tahun lalu.

"Asean perlu bersikap tegas dengan menetapkan tolok ukur hak asasi manusia yang jelas dan terikat tenggat waktu di Myanmar yang meliputi pembebasan tahanan politik, penghentian serangan terhadap warga sipil, dan langkah-langkah menuju pembubaran junta untuk memungkinkan pembentukan pemerintahan demokratis sipil," ujarnya.

Tolok ukur tersebut harus disertai dengan hukuman yang jelas jika Myanmar gagal memenuhinya, tambahnya.

Menurut peneliti Asia di Australian National University,Hunter S. Marston,Asean harus melakukan lebih dari sekadar seruan untuk mengakhiri kekerasan dan perlunya dialog dan negosiasi.

"Kondisi itu tidak realistis pada saat ini, dan junta telah menunjukkan penghinaannya terhadap Asean dan upaya diplomatiknya," katanya.

"Asean tidak akan pernah mengeluarkan Myanmar," ujar Marston.

Namun Asean harus menyadari untuk mengupayakan terjadinya dialog, blok itu harus menyertakan perwakilan dari National Unity Government (NUG/pemerintahan demokratis yang digulingkan junta) dan memberikan sinyal kepada junta militer bahwa Asean serius untuk bekerja sama dengan mereka untuk mengatasi krisis.

Peneliti Asean Studies Program, The Habibie Center, Marina Ika Sari mengatakan sangat kecil kemungkinan Asean mengambil opsi yang ekstrem dengan mengeluarkan Myanmar. "Asean akan terus mengedepankan pendekatan diplomasi melalui dialog untuk menyelesaikan krisis Myanmar," ujar Marina.

"Kuncinya adalah bagaimana agar bisa mendudukkan bersama semua pihak, baik dari Tatmadaw maupun pihak NLD (partai Aung San Suu Kyi) agar mendapatkan informasi dan pandangan dari kedua belah pihak secara langsung," ujarnya.

Kelompok advokasi hak asasi manusia Fortify Rights, dalam siaran persnya mengatakan, Asean harus membatalkan konsensus lima poin tentang Myanmar yang gagal dilaksanakan sejauh ini dan memberlakukan tindakan darurat untuk melindungi penduduk sipil di negara tersebut.

Tindakan darurat tersebut harus mencakup kesepakatan untuk melindungi pengungsi Myanmar, mengizinkan bantuan kemanusiaan lintas batas, dan berkoordinasi dengan negara-negara anggota PBB lainnya untuk memblokir Myanmar dari akses persenjataan, bahan bakar penerbangan, dan pendapatan negara.

"Organisasi kawasan ini harus setuju untuk tidak mengikutsertakan perwakilan junta Myanmar dalam berbagai pertemuan di semua mekanisme Asean," ujar Fortify Rights.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top