![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Angka Kemiskinan dan Ketimpangan Kembali Melonjak
Foto: Sumber: BPS - kj/ones» Stimulus ekonomi pemerintah hanya habis digunakan untuk sekadar mempertahankan napas.
» Program pemulihan ekonomi harus bisa memicu roda ekonomi masyarakat kelas bawah.
JAKARTA - Badan Pusat Statistik pada Senin (15/2) melaporkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 tembus dua digit, tepatnya 10,19 persen atau 27,55 juta penduduk. Meningkatnya penduduk miskin juga menyebabkan ketimpangan pengeluaran, diukur dengan Gini Ratio (rasio Gini) yang kembali melebar menjadi 0,385.
Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (15/2), mengatakan jumlah penduduk miskin 27,55 juta atau 10,19 persen itu meningkat 1,13 juta jiwa atau 0,41 persen dibanding angka kemiskinan pada Maret 2020 yang tercatat sebanyak 26,42 juta jiwa.
Sedangkan dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau September 2019, angka kemiskinan meningkat 0,97 persen atau 2,76 juta jiwa.
"Garis Kemiskinan pada September 2020 adalah mereka dengan pengeluaran sebesar 458.943 rupiah per kapita per bulan, dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar 339.004 rupiah atau 73,87 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar 119.943 rupiah atau 26,13 persen," jelas Suhariyanto.
Sedangkan rata-rata rumah tangga miskin (RTM) di Indonesia per September 2020 memiliki 4,83 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per RTM rata-rata sebesar 2.216.714 rupiah per rumah tangga per bulan.
Seiring dengan meningkatnya penduduk miskin, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio juga kembali melebar menjadi 0,385.
"Angka ini meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2020 yang sebesar 0,381 dan meningkat 0,005 poin dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019 yang sebesar 0,380," kata Suhariyanto.
Indeks Gini digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pengeluaran suatu wilayah. Indeks Gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi. Jika nilai Indeks Gini kurang dari 0,3 masuk dalam kategori ketimpangan "rendah". Jika nilainya antara 0,3 hingga 0,5 masuk dalam kategori ketimpangan "moderat" dan jika nilainya lebih besar dari 0,5 dikatakan berada dalam ketimpangan "tinggi".
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,93 persen. Hal itu berarti pengeluaran penduduk pada September 2020 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.
"Jika dirinci menurut wilayah, angka di perkotaan tercatat sebesar 17,08 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah. Begitu juga untuk perdesaan, angkanya 20,89 persen atau dalam kategori ketimpangan rendah," kata Suhariyanto.
Kurang Efektif
Menanggapi melonjaknya angka kemiskinan dan ketimpangan yang kian melebar, Guru Besar Sosiologi Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan maraknya fenomena masyarakat miskin di tengah berbagai bantuan sosial menunjukkan program yang diterapkan kurang efektif.
"Program-program yang dirancang tidak bisa direspons kelas bawah, karena peluang-peluang ekonomi yang muncul hanya bisa dinikmati oleh kelas atas," kata Bagong.
Masyarakat bawah lebih berperan sebagai penerima program-program yang sifatnya charity, tanpa bisa meningkatkan kemampuan dan daya saing mereka.
Dia mengimbau agar fokus program pembangunan sebaiknya yang bisa memicu roda ekonomi masyarakat kelas bawah, terutama stimulus untuk sektor riil. "Kalau tidak energi stimulus yang dikeluarkan hanya habis untuk sekadar mempertahankan napas," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, dalam kesempatan terpisah juga menyinggung efektivitas bantuan sosial (bansos) pemerintah tahun lalu yang tidak tepat sasaran sehingga gagal membantu ekonomi masyarakat selama pandemi Covid-19.
"Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 terealisasi sebesar 579,78 triliun rupiah atau 83,34 persen dari target sebesar 695,2 triliun rupiah tidak banyak berpengaruh pada ekonomi masyarakat bawah," kata Tauhid.
n SB/ers/E-9
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Klasemen Liga 1 Setelah Laga-laga Terakhir Putaran ke-23
- 2 Dirut BPJS: Syarat Kepesertaan JKN Bukan untuk Mempersulit Jemaah Haji
- 3 Pendaftaran SNBP Jangan Dilakukan Sekolah
- 4 Elon Musk Luncurkan Grok 3, Chatbot AI yang Diklaim 'Sangat Pintar'
- 5 Danantara Harus Bisa Membiayai Percepatan Pensiun Dini PLTU