Senin, 24 Feb 2025, 22:40 WIB

Anggota MPR: Tagar #KaburAjaDulu Adalah Refleksi Sulitnya Mendapatkan Pekerjaan Layak

Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, H. Al Hidayat Samsu

Foto: istimewa

JAKARTA - Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, H. Al Hidayat Samsu, menyebutkan tagar #KaburAjaDulu merupakan refleksi kekecewaan masyarakat terhadap sulitnya mendapatkan pekerjaan layak serta ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah dalam menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang kondusif bagi anak bangsa.

“Fenomena ini tidak boleh dianggap sekadar tren di media sosial, tetapi harus dilihat sebagai alarm bagi negara untuk bertindak,” katanya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (24/2).

Menurut Al Hidayat, tagar #KaburAjaDulu menggambarkan dua hal. Pertama, ketidakmampuan sistem dalam negeri untuk menciptakan peluang kerja yang berkualitas dan memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerja. Kedua, meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat, terutama generasi muda, terhadap prospek karier di dalam negeri sehingga mendorong mereka mencari peluang di luar negeri.

Fenomea seperti itu, lanjut Al Hidayat, bukan hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini juga terjadi di Amerika Serikat pasca kemenangan Donald Trump pada Pilpres 2024, dan di negera-negara seperti Selandia Baru dan Portugal yang mengalami migrasi tenaga kerja akibat krisis ekonomi.

“Namun, Indonesia memiliki permasalahan spesifik yang membuat banyak warga untuk meninggalkan Tanah Air, yaitu kurangnya penghargaan terhadap tenaga kerja profesional, birokrasi yang ketat, serta lemahnya perlindungan pekerja, terutama bagi tenaga kerja migran yang berada di luar negeri,” kata anggota Komite III DPD RI yang membidangi isu tenaga kerja.

Al Hidayat menyayangkan respon pejabat negara terhadap fenomena ini yang menunjukkan ketidakpekaan terhadap persoalan utama. Dia menyebutkan pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan yang mengatakan “Mau kabur, kabur ajalah, kalau perlu jangan balik”, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memahami keresahan generasi muda yang menghadapi kesulitan ekonomi, ketidakpastian kerja, dan terbatasnya peluang di dalam negeri.

“Pemerintah seharusnya introspeksi dan segera merancang kebijakan yang lebih berpihak kepada tenaga kerja, baik di dalam maupun di luar negeri, serta pekerja migran yang membutuhkan perlindungan lebih baik,” ujarnya.

Al Hidayat menambahkan, Indonesia yang berada dalam periode bonus demografi justru menghadapi ancaman brain drain akibat eksodus tenaga kerja terdidik dan profesional. “Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), Indonesia hanya memiliki sekitar 13 juta tenaga ahli dari total jumlah pekerja yang ada. Dengan semakin banyaknya anak muda yang memilih bekerja di luar negeri, defisit tenaga ahli ini bisa semakin memburuk,” jelasnya.

Karena itu, Al Hidayat menegaskan bahwa tagar #KaburAjaDulu adalah bentuk kritik yang harus ditanggapi serius. Jika tidak segera berbenah, Indonesia akan kehilangan talenta-talenta terbaik, dan pada akhirnya kita akan terus tertinggal.

“Pemerintah harus memahami bahwa keinginan masyarakat untuk mencari penghidupan yang lebih baik bukan berarti mereka tidak nasionalis, tetapi karena mereka merasa tidak mendapatkan kesempatan yang setara di Tanah Air. Oleh karena itu, sudah saatnya kita membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik, agar anak bangsa tidak merasa perlu untuk ‘kabur’ demi masa depan yang lebih cerah,” paparnya.

Langkah Konkret

Menyikapi fenomena ini, Al Hidayat mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi akar masalah yang memicu dorongan masyarakat untuk mencari penghidupan di luar negeri. Beberapa langkah itu antara lain, meningkatkan kualitas dan aksebilitas lapangan kerja.

“Negara harus menciptakan lebih banyak pekerjaan yang layak dengan standar gaji yang kompetitif dan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan pekerja. Investasi di sektor industri, teknologi, dan ekonomi kreatif harus diperkuat untuk memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia tidak hanya menjadi buruh, tetapi juga innovator dan pemimpin di berbagai sektor,” terangnya.

Langkah berikutnya adalah mereformasi sistem birokrasi dan regulasi ketenagakerjaan dengan cara mempercepat reformasi perizinan usaha, meningkatkan perlindungan tenaga kerja, serta memberikan kepastian hukum bagi investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja.

Kemudian meningkatkan penghargaan terhadap talenta lokal. “Banyak tenaga kerja Indonesia yang berprestasi di luar negeri, tetapi minim apresiasi di dalam negeri. Maka harus ada kebijakan yang mendorong insentif bagi profesional yang memilih berkarya di dalam negeri,” sebutnya.

Langkah lainnya adalah memperketat pengawasan terhadap perekrutan pekerja migran untuk mencegah kasus TPPO dan eksploitasi pekerja di luar negeri. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap agen tenaga kerja serta memastikan bahwa calon pekerja migran mendapatkan informasi yang akurat dan perlindungan yang memadai.

“Langkah selanjutnya menciptakan ekosistem inovasi dan wirausaha. Banyak anak muda memilih ke luar negeri karena merasa tidak memiliki kesempatan untuk berkembang di Indonesia. Pemerintah harus memperkuat ekosistem kewirausahaan dengan memberikan akses pembiayaan, pelatiahn, serta regulasi yang mendukung bagi startup dan usaha kecil,” pungkasnya.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Sriyono

Tag Terkait:

Bagikan: