
Anggota DPR Desak Mantan Kapolres Ngada Dihukum Berat Atas Dugaan Pencabulan dan Perekaman
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina
Foto: antara fotoJAKARTA – Dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan dilakukan oleh aparat penegak hokum, Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mendesak agar mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja agar dihukum berat dan maksimal atas dugaan mencabuli serta merekam tiga anaknya yang masih di bawah umur.
Wakil rakyat yang berada di komisi bidang agama, sosial, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak ini mengatakan bahwa AKBP Fajar juga terindikasi penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu.
"Harus dihukum maksimal. Apalagi, dia sebagai Kapolres seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, benar-benar perbuatan biadab," kata Selly dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/3).
Meskipun saat ini AKBP Fajar sudah dicopot dari jabatannya dan tengah berproses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di lingkungan Polri. Namun, dia menegaskan bahwa hal itu tidak memberikan rasa puas bagi hukum di negara ini.
Merujuk dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dia mendesak hukuman maksimal wajib diberikan kepada lulusan Akpol pada tahun 2004 ini.
Jeratan Pasal 13 UU TPKS bisa diberikan kepada yang bersangkutan dengan hukuman 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Namun, karena pelaku adalah pejabat daerah dan keluarga, hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun serta perekaman yang membuat dirinya bisa dituntut tambahan 4 tahun.
Selain berkaca dari konsumsi narkotika yang ada, AKBP Fajar melanggar Pasal 127 ayat (1) sebagaimana UU Narkotika.
"Artinya bila di-juncto-kan, serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Akan tetapi, karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," ujarnya.
Terlepas dari kebejatan pelaku, mengutip mandat Ketua DPR RI Puan Maharani, Selly juga meminta agar perlindungan terhadap anak dan perempuan menjadi prioritas utama dalam sistem hukum dan kebijakan negara.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan terhadap anak merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh dibiarkan terjadi di institusi mana pun, terlebih kejahatan ini masuk dalam lingkup aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda depan dalam memberikan perlindungan.
“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan," tambah Selly.
Komitmen hukum demikian, kata dia, selaras dengan partai yang kini dikomandoi Ketua DPR RI Puan Maharani senantiasa menekankan pentingnya menjaga harkat dan martabat perempuan serta anak dalam berbagai kebijakan dan perundang-undangan.
Hal ini sejalan dengan upaya untuk memperkuat perlindungan hukum serta meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencegahan kekerasan seksual.
Agar kejadian tak terulang, menurut dia, sosialisasi UU Perlindungan Anak dan UU TPKS harus makin diperluas, termasuk dalam lingkungan institusi yang punya kewenangan dalam penegakan hukum.
Dalam konteks ini, dia berharap makin memperkuat peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak untuk memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan hukum dan psikososial yang layak.
"Tidak hanya itu, pengawasan yang lebih ketat terhadap institusi penegak hukum juga menjadi langkah yang perlu agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara tetap terjaga," tuturnya.
Selly menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga meninggalkan luka mendalam yang dapat berdampak pada masa depan mereka.
Oleh sebab itu, penegakan hukum yang tegas dan berpihak pada korban harus menjadi komitmen bersama. Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat.
Ia berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia, sekaligus memastikan bahwa setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan.
Dikatakan pula bahwa masa depan anak-anak korban kekerasan seksual harus menjadi perhatian utama. Negara tidak hanya harus menegakkan hukum terhadap pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan psikologis dan sosial bagi korban.
Dukungan pendidikan, rehabilitasi, serta lingkungan yang aman, kata dia, harus menjadi prioritas agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan yang normal tanpa trauma berkepanjangan.
Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam memperkuat sistem perlindungan anak.
Pendidikan tentang bahaya kekerasan seksual, lanjut dia, harus ditanamkan sejak dini, sementara negara harus hadir secara nyata untuk jamin setiap anak dapat tumbuh dengan aman dan punya masa depan yang cerah.
Berita Trending
- 1 Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Interpol
- 2 Didakwa Lakukan Kejahatan Kemanusiaan, Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap
- 3 Peran TPAKD Sangat Penting, Solusi Inklusi Keuangan yang Merata di Daerah
- 4 Luar Biasa, Perusahaan Otomotif Vietnam, VinFast, Akan Bangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum hingga 100.000 Titik di Indonesia
- 5 Satu Peta Hutan, Menjaga Ekonomi Sawit dan Melestarikan Hutan
Berita Terkini
-
Kejagung Dalami Grup WhatsApp “Orang-Orang Senang” terkait Kasus Minyak Mentah, Isunya Mengarah….
-
Jangan Panik! Kenali Penyebab Kejang dan Cara Mengatasinya Menurut Dokter
-
Selebgram dan Konsultan Spiritual Rafi Ramadhan Ditangkap Polisi Diduga akibat Jualan Narkoba
-
Pemerintah Terbitkan Surat Edaran THR
-
Mengapa Tubuh Bisa Kejang? Dokter Ungkap Berbagai Penyebabnya