Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ancam Presiden

A   A   A   Pengaturan Font

Bulan suci Ramadan ternyata tidak mempengaruhi masyarakat untuk tetap mengumbar dengki, mencaci-maki, dan yang memprihatinkan, melayangkan ancaman pembunuhan dengan cara keji, memenggal kepala. Sasaran ancaman itu tidak tanggung-tanggung, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Apakah ancaman itu serius atau hanya ungkapan kekesalan, polisi kini tengah menyelidiki secara intensif kepada pelaku yang telah ditangkap di kawasan Parung, Bogor, Hermawan Susanto alias HS, 25 tahun.

Saat ini publik memang masih menunggu hasil penghitungan suara pemilu serentak (pilpres dan pileg). Namun di tengah masa menanti hasil resmi KPU, berbagai manuver politik dilancarkan. Ini termasuk ancaman gerakan massa dalam jumlah besar (people power) apabila KPU melakukan kecurangan.

Unjuk rasa untuk mengawal hasil pemilu dilaksanakan, Jumat (10/5). Ihwal ancaman memegal kepala Jokowi itu terlontar di tengah aksi di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab sekarang zaman media sosial (medsos), maka lontaran aksi mengancam presiden itu pun terekam dan disebarluaskan di medsos dan menjadi viral.

Dalam video, HS memang melontarkan ancaman akan memenggal kepala Presiden Jokowi. Karena diungkapkan dalam aksi massa, ucapan ini memang bukan candaan, melainkan punya sasaran jelas yaitu ingin mendelegitimasi presiden yang dinilainya melakukan banyak curang dalam pemilu.

Padahal, Presiden Jokowi sebagai petahan bersama KH Ma'ruf Amin tidak punya kaitan dan tidak memiliki kewenangan apa pun atas sluruh tahapan pemilu. Dalam kaitan pilpres kemarin, presiden justru hanya sebagai peserta dengan nonor urut 01.

Ancaman HS, yang direkam dan viral, merupakan persoalan serius saat kita tengah menanti hasil akhir pemilu dari KPU. Situasi kondusif yang diharapkan seluruh elemen masyarakat, bukan saja dirusak HS, tetapi di satu sisi menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat luas. Apalagi ancaman secara verbal diumumkan di ruang publik. Aparat memang harus menyelidiki motif pelaku dan juga kaitannya dengan rantai politik pascapemilu.

Polisi sendiri telah menatapkan HS sebagai tersangka kasus pengancaman dan pembunuhan terhadap Presiden Jokowi dan menjeratnya dengan pasal makar. Ancaman maksimal hukuman mati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 KUHP. Selain itu, pelaku juga dijerat dengan Pasal 27 ayat 4 junto Pasal 45 ayat 1 UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Adapun Pasal 104 KUHP berbunyi, "Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama dua puluh tahun."

Sementara itu, Pasal 27 ayat 4 UU ITE berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman."

Pasal 45 ayat 1 berbunyi, "Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah."

Kepala Negara usai meresmikan Jalan Tol Malang-Pandaan (Mapan) di Pintu Tol Singosari, Kabupaten Malang, Senin (13/5) hanya mengatakan, kita perlu bersabar di tengah suasana Ramadan. Presiden menyerahkan sepenuhnya persoalan hukum pelaku tersebut kepada polisi.

Baca Juga :
Curi Start Pilpres

Jadi, dari pengalaman HS kita dapat memetik pelajaran berharga harus menjaga mulut, ucapan, dan perilaku. Apa pun dasar dan alasan, ketika ucapan, apalagi ancaman sudah diumumkan, dan lebih tragis lagi ancaman pemenggalan kepada seorang pemimpin negara, pasti ada implikasi hukum.

Ketakutan dan kekhawatiran masyarakat atas berbagai ancaman-ancaman dalam berbagai bentuk, harus diakhiri. Masyarakat harus dapat hidup tenang agar bisa melakukan kegiatannya dengan aman.

Komentar

Komentar
()

Top