Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tumurun Museum dan Pracima Tuin Mangkunegaran Kolaborasi Hadirkan Mangkunegaran Art Garden

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam sejarah seni, dinamika seni patung dan wacana ruang publik sendiri berjingkat, dari pelengkap arsitektur landskap, simbol ritus religi, ruang pleasure, hingga medan kuasa simbolik. Kritik atas konvensi seni modern, telah mendorong batasan-batasan estetika, peran patung di ruang publik, dan bagaimana cara karya seni patung berinteraksi dengan masyarakatnya. Hal ini mendorong wacana perluasan medium dan medan presentasi seni patung. Hingga pada puncak ekperimentasi, saat seni patung terlepas dari standar formalis, pedestal, dasar ideologis, dan keterikatan atas situs tertentu (siteless), terminologi sculpture garden lahir sebagai ruang praxis seni patung kontemporer. Sculpture garden identik dengan kehadiran museum seni, dan museum menjadi gerbong awal yang mengawal pergeseran dan perubahan wacana ini. Maka, pameran Surakusuma dihadirkan oleh Tumurun Museum sebagai 'museum tanpa dinding', melampaui sekat dan dinding pameran, menjadikan bentang alam taman Pracima sebagai konteks hidup bagi karya sekaligus mensintesiskan makna.

Spektrum tematik karya dalam pameran ini berpendar pada problem material - medium, inspirasi sejarah, refleksi atas waktu dan realitas, penghayatan alam, hingga imajinasi bentuk. Menghadirkan karya seniman Indonesia dan mancanegara, dengan rekam jejak presentasi yang dapat ditelusuri pada institusi-institusi dan gelaran seni prestisius Internasional. Surakusuma menghadirkan karya Aditya Novali (Indonesia), Faisal Habibie (Indonesia/German), Wedhar Riyadi (Indonesia), Gabriel Aries (Indonesia), Yunizar (Indonesia), Ugo Rondinone (Swiss), Alicja Kwade (Polandia/German), Bernar Venet (Perancis) dan Alex
Seton (Australia). Pada ruang dalam Pracimasana - Pracima Tuin turut dihadirkan di karya Rita Widagdo (Indonesia) dan Gregorius Sidharta (Indonesia) sebagai pembacaan jejak penting capaian seni patung modernis Indonesia.

Sebagai gelaran seni pertama di Indonesia yang secara khusus mendudukkan sculpture garden sebagai gagasan konseptual dan peristiwa budaya, pameran ini menempatkan seni kontemporer sebagai media untuk membaca sekian fenomena sosial dan keragaman cara pandang, menjadi wahana perjumpaan dan kontekstualisasi nilai-nilai hidup hari ini. Setiap karya dalam pameran ini menyatakan diri sebagai karya publik, dan memenuhi fungsinya dengan menciptakan ruang pertemuan dan dialog bersama publik. Dengan demikian, karya- karya yang hadir menaturalisasi, membenarkan, menormalkan narasi, peristiwa, dan sejarah yang diceritakannya, yang selama ini belum terwakili oleh monumen maupun peristiwa seni yang telah ada. Surakusuma menekankan estetika dan pengalaman, mengeksplorasi bentuk dan ide, yang pada gilirannya: membentuk seperti apa masa depan kita.

(IKN?TSR)

Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top