Agar Tak Memberatkan Pedagang Kecil, Penyusunan Regulasi Pertembakauan Harus Libatkan Koperasi dan UMKM
- koperasi
- Dukung UMKM
- Kementerian Kesehatan
- Pelaku Usaha
JAKARTA-Sejumlah kalangan berharap agar penyusunan regulasi yang mengatur kehidupan orang banyak perlu melibatkan pihak pihak terdampak. Tujuannya agar kepentingan mereka juga terakomodir sehingga tidak mematikan ekonomi mereka.

Ket. Warga sedang melakukan transaksi di warung UMKM
Doc: istimewa
Akademisi Fisipol Universitas Negeri Surabaya (UNS), Dr. Firre An Suprapto mengingatkan bahwa ada pihak yang terdampak dari regulasi yang mengekang. Sehingga pembuat kebijakan harus melibatkan pihak yang terdampak.
"Kemenkes sebagai lembaga yang akan mengeluarkan regulasi tersebut harus lebih aktif memberikan sosialisasi dengan melibatkan para pihak yang terkena dampak atas kebijakan tersebut. Termasuk dalam Rancangan Permenkes sehingga tidak menimbulkan polemik baru," kata Firre yang juga Sekjen Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (Makpi), Sabtu (29/3).
Ke depan, Firre juga menegaskan dalam implementasi regulasi apapun, termasuk turunan PP No 28 tahun 2024 agar sejalan dengan amanat Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Bab II Pasal 2 yang mengamanatkan agar pelaksana kebijakan dapat menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
"Termasuk terkait peraturan daerah (Perda) yang ditetapkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan (Lex superiori derogat legi inferiori). Di samping itu, Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda," papar Firre.
Sebagai gambaran, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang menyusun Rancangan Peraturan Kesehatan (R-Permenkes) sebagai peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024. Firre mendorong agar penyusunannya harus jauh dari intervensi asing tetapi lebih ke mendengar saran dan masukan pihak terdampak.
“Kemenkes sebagai inisiator yang mendorong penerapan peraturan tersebut harus berkaca bahwa Indonesia belum meratifikasi FCTC sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum atau peraturan perundangan nasional. Hal ini perlu dilihat dari berbagai sisi. Perlindungan kesehatan juga perlu mempertimbangkan sisi ekonomi, sosial dan lainnya," ujar Firre.
Anda mungkin tertarik:
Anang Zunaedi, Wakil Ketua Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) meyayangkan bahwa di tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini, justru semakin kencang dorongan untuk mengimplementasikan regulasi polemik yang menyulitkan masyarakat.
“Kami sejak awal menolak tegas PP Kesehatan dan aturan teknisnya dalam Rancangan Permenkes karena memberatkan membatasi gerak pedagang. Pemerintah tolong lah lihat realita di masyarakat. Bagi pedagang kecil, semua peraturan ini memberatkan sekali. Ini bukan sekadar soal kehilangan pendapatan, tapi ancaman tutup usaha, ekonomi keluarga dan masyarakat hancur," ujar Anang.
Dia mendorong agar pembahasan aturan yang memberatkan masyarakat dihentikan, sebab Peraturan di atasnya saja masih berpolemik (PP 28/2024). Saat ini potensi daya beli masyarakat tidak kelihatan. Bukan stuck lagi, tapi perlambatan ekonomi nyata terjadi. Lihat saja saat jelang peak season kali ini, tidak kelihatan denyut daya beli masyarakat,"tutup Anang
Public Hearing
Adapun Kemenkes terus menggelar Public Hearing Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BKPK Kemenkes) Etik Retno Wiyati beberapa waktu lalu mengatakan Kemenkes akan menyusun amanah turunan UU Kesehatan dan PP Kesehatan ini, salah satunya Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan.
“Dimana salah satu substansi yang akan diatur didalamnya adalah substansi Teknologi Kesehatan dan Pendanaan Kesehatan,” ungkap Etik dalam public hearing tentang Penyelenggara Upaya Kesehatan Substansi Teknologi Kesehatan sebagai turunan dari PP 28/ 2024 beberapa waktu lalu
Public hearing bertujuan untuk memberikan ruang kepada masyarakat menyampaikan masukan terhadap RPMK. “Dengan partisipasi publik, kami memberikan masyarakat untuk haknya didengar dan dipertimbangkan pendapatnya, serta juga mendapatkan penjelasan sekiranya ada substansi atau pengaturan-pengaturan yang perlu dijelaskan lebih rinci," jelas Etik.