Koran-jakarta.com || Senin, 30 Agu 2021, 21:46 WIB

Pakar UGM: Sering Ubah UUD Bikin Negara Tak Stabil

  • Negara
  • UUD 1945
  • UGM
  • Pakar

YOGYAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM, AndiSandi Antonius Tabusassa Tonralipu, mengatakan MPR tidak perlu melakukan amendemen UUD 1945 sebab dari sisi hukum tata negara saat ini tidak ada adanya hal yang mendesak untuk dilakukan pengaturan ulang soal konstitusi negara tersebut. Justru menurutnya jika dipaksakan dan sering terjadi amandemen menyebabkan negara kita tidak pernah akan stabil baik dalam sisi hukum maupun politik.

Pakar UGM: Sering Ubah UUD Bikin Negara Tak Stabil

Ket. Ilustrasi Gedung DPR/MPR.

Doc: Istimewa Pakar UGM: Sering Ubah UUD Bikin Negara Tak Stabil

"Setiap negara yang terlalu sering mengubah konstitusinya akan mengakibatkan negara tersebut tidak akan pernah stabil. Hal ini disebabkan karena pondasi dasar negara itu sering diubah-ubah maka bangunan negara itu selalu akan bergeser. Padahal untuk dapat stabil, diperlukan waktu yang panjang," kata Andi Sandi menanggapi wacana amendemen UUD 1945, di Yogyakarta, Senin (30/8).

Dosen Fakultas Hukum UGM ini menyatakan secara filosofis, UUD 1945 merupakan kontrak dasar hubungan antar yang diperintah dan yang memerintah serta antar para pemegang kekuasaan negara. Oleh karena itu UUD merupakan kontrak jangka panjang dalam penyelenggaraan negara bukan untuk kepentingan waktu sesaat.

"Jika UUD diubah hanya untuk memenuhi hasrat sesaat, pasti UUD akan detail dan tidak long lasting. Lihat saja pengalaman Carlos Menem di Argentina. Dia berhasil mengubah UUD untuk melanggengkan kekuasaannya selama 3 periode tetapi tetap saja akhirnya terjadi kekacauan dan kemudian UUD Argentina diubah lagi dengan mengembalikan ke posisi semula," paparnya.

Andi Sandi juga sempat menyinggung terkait isu akan dikembalikannya haluan tentang penyelenggaraan negara melalui Pokok-Pokok Haluan Negara seperti aturan GBHN yang pernah ada di era zaman Orde Baru.

Menurutnya, aturan ini bertentangan konsep pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden. Sebab jika pemerintah melaksanakan program kerja yang ditentukan oleh MPR berarti Indonesia termasuk ke dalam negara parlementer. Walaupun MPR tidak bisa sepenuhnya dikategorikan sebagai parlemen.

"Bukankah rakyat memilih seseorang menjadi presiden lebih didasarkan pada preferensi program kerja yang ditawarkan dalam kampanye seorang calon presiden sehingga ketika terpilih, program kerja itulah yang harus diimplementasikan. Oleh karenanya, tidak bisa diadopsi secara bersamaan dalam UUD 1945. Harus dipilih salah satu," ungkapnya.

Tim Redaksi:
E
M

Like, Comment, or Share:

Tulisan Lainnya dari Eko S

Artikel Terkait