Pengusaha Dituntut 3,5 Tahun karena Menyuap Anggota DPR

Ket. DUGAAN PENYUAPAN | Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan alat satelit monitoring dan drone Badan Keamanan Laut (Bakamla), Erwin Syaaf Arif (kiri) bersama penasehat hukum usai mengikuti sidang lanjutan pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/9). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia tersebut dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara dan denda 250 juta rupiah, subsider enam bulan penjara.
Doc: ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
JAKARTA - Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief, dituntut 3,5 tahun penjara ditambah denda 250 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan. Erwin diduga menyuap mantan anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi, terkait penambahan alokasi anggaran di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Menyatakan terdakwa Erwin Sya'af Arief terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama tiga tahun dan enam bulan ditambah denda 250 juta rupiah subsider enam bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Kresno Anto Wibowo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/9).
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 5 Ayat 1 huruf a jo Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut jaksa Kresno, tujuan pemberian suap agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016.
Erwin sejak 2003 adalah managing direktur PT Rohde & Schwarz Indonesia yang merupakan perusahaan perwakilan Rohde & Schwarz Jerman. Perusahaan itu menjual produk-produk di bidang test and measurement, secure communication, broadcasting, radio monitoring, dan location finding selaku pabrikan (principal) di Indonesia.
Tawarkan Dukungan
Erwin merupakan teman Fayakhun yang menawarkan dukungan kepada Fayakhun untuk mendapatkan karier politik yang lebih baik dengan menjanjikan akan menunjang karier politiknya termasuk biaya politik yang diperlukan. Komisi I DPR adalah mitra kerja Bakamla.
Anda mungkin tertarik:
Selanjutnya, tambah jaksa Kresno, pada Maret 2016, staf khusus perencanaan anggaran Bakamla, Ali Fahmi Habsy menemui Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah dan staf operasional Merial Esa, M Adami Okta. Habsyi menawarkan Fahmi mendapat proyek di Bakamla untuk APBN-P 2016 dengan syarat menyediakan commitment fee.
Menurut jaksa Kresno, PT Merial Esa merupakan agen dari pabrikan PT Rohde & Schwarz Indonesia yang memiliki alat, antara lain satelit komunikasi, sehingga Habsy menjanjikan akan mengontak Bakamla terkait rencana usulan anggaran tersebut.
Erwin yang sudah mengenal Fahmi Darmawansyah dihubungi Adami Okta dan ketiganya lalu bertemu di kantor PT Merial Esa. Fahmi dan Adami menyampaikan akan dianggarkan proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla melalui APBN-P tahun 2016, yang kemudian dijawab terdakwa bahwa PT Rohde dan Schwarz Indonesia memiliki peralatan tersebut dan sepakat untuk men-supply-nya.
Selanjutnya pada April 2016, Erwin menyampaikan ke Fayakhun agar mengupayakan proyek satelit monitoring di Bakamla dapat dianggarkan dalam APBN-P 2016. Proyek itu akan mempergunakan barang atau produk dari PT Rohde and Schwarz Indonesia. Erwin juga menyampaikan proyek itu akan dikerjakan perusahaan milik Fahmi Darmawansyah dan dijanjikan adanya comittment fee untuk pengurusan anggaran tersebut.
Pada April 2016, dalam kunjungan kerja Komisi I ke kantor Bakamla, Ali Fahmi menyampaikan kepada Fayakhun akan disiapkan commitment fee sebesar 6 persen dari pagu anggaran. ola/Ant/N-3