Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perubahan Iklim

118 Juta Warga Afrika Terancam Kekeringan dan Panas Ekstrem

Foto : AFP/BOBB MURIITHI

Warga berteduh dari terik matahari di kamp pengungsi Dadaab, di Kenya, baru-baru ini. Organisasi Meteorologi Dunia pada Senin (2/9) merilis laporan perubahan iklim yang parah pada 2030.

A   A   A   Pengaturan Font

LONDON - Menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) yang dirilis pada Senin (2/9), hampir 118 juta orang di Afrika akan terpapar perubahan iklim yang parah pada tahun 2030 jika tindakan yang tepat tidak diambil. Para warga ini akan terpapar kekeringan, banjir, dan panas ekstrem di Afrika, jika tindakan respons yang memadai tidak dilakukan.

Pada 2030, diperkirakan hingga 118 juta orang yang sangat miskin (hidup dengan kurang dari 1,90 dollar AS atau kurang dari 30.000 rupiah per hari) akan terpapar kekeringan, banjir, dan panas ekstrem di Afrika, jika tindakan respons yang memadai tidak dilakukan.

Seperti dikutip dari Antara, laporan itu menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan investasi dalam adaptasi iklim dan inisiatif pembangunan ketahanan untuk mengurangi dampak perubahan iklim di benua tersebut.

Negara-negara Afrika kehilangan rata-rata 2-5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka setiap tahun dan banyak yang mengalihkan hingga 9 persen dari anggaran mereka untuk menanggapi iklim yang ekstrem.

Di Afrika sub-Sahara saja, biaya adaptasi diperkirakan mencapai antara 30-50 miliar dollar AS (sekitar 466-777 triliun rupiah) per tahun selama dekade berikutnya, yang setara dengan 2-3 persen dari /PDB kawasan tersebut.

Pengentasan Kemiskinan

Laporan itu menggarisbawahi hal itu akan memberikan tekanan yang sangat besar pada upaya pengentasan kemiskinan dan sangat menghambat pertumbuhan ekonomi di seluruh benua. s"Afrika telah mengamati tren pemanasan selama 60 tahun terakhir yang telah menjadi lebih cepat daripada rata-rata global," kata Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dalam sebuah pernyataan.

Saulo menambahkan benua itu mengalami gelombang panas yang mematikan, hujan lebat, banjir, siklon tropis, dan kekeringan yang berkepanjangan pada 2023. Tahun 2023 telah dipastikan sebagai tahun terhangat yang pernah tercatat dan telah membawa peristiwa iklim yang menghancurkan ke berbagai bagian Afrika.

Sementara negara-negara di timur Afrika, yang juga dikenal sebagai "Horn of Africa" (Tanduk Afrika), Afrika Selatan dan Afrika Barat Laut berjuang melawan kekeringan yang berkepanjangan selama beberapa tahun, wilayah lain menderita curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir besar.

Kondisi iklim ekstrem tersebut telah menimbulkan konsekuensi parah yang mengakibatkan hilangnya nyawa, pengungsian massal dan kerusakan ekonomi yang signifikan. "Pola cuaca ekstrem ini terus berlanjut pada 2024," Saulo menambahkan.

"Beberapa wilayah di Afrika Selatan dilanda kekeringan yang merusak, dan curah hujan musiman yang luar biasa telah menyebabkan kematian dan kehancuran di negara-negara Afrika Timur, yang terbaru di Sudan dan Sudan Selatan, yang memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah," kata Saulo.

Sementara itu, menurut jajak pendapat terhadap lebih dari 5.600 anak muda di 16 negara yang dirilis Selasa (3/9), enam puluh persen pemuda Afrika ingin meninggalkan negara mereka karena korupsi yang tak terkendali mengancam masa depan mereka.

Dikutip dari Voice of America (VoA), korupsi dipandang sebagai "rintangan terbesar" yang mereka hadapi untuk mencapai potensi mereka sendiri dan kehidupan yang lebih baik, menurut Ichikowitz Family Foundation yang berpusat di Johannesburg, yang melakukan jajak pendapat terhadap 5.604 orang berusia 18 hingga 24 tahun.

"Yang terutama, mereka tidak yakin pemerintah mereka berbuat cukup banyak untuk mengatasi masalah ini, dan karena itu, hampir 60 persen berencana beremigrasi dalam lima tahun ke depan," ungkapnya.

Survei Pemuda Afrika 2024, yang menurut yayasan itu tak tertandingi dalam cakupan dan ukuran, dilakukan melalui wawancara tatap muka pada bulan Januari dan Februari di berbagai negara mulai dari Afrika Selatan hingga Ethiopia.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top