Kemendagri Bantah Ampuni Koruptor
Pelaksana tugas Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Sri Wahyuningsih.
Foto: ISTIMEWAJAKARTA- Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri membantah jika memorandum of understanding yang dilakukan pihaknya dengan Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung arahnya untuk melindungi atau mengampuni koruptor. Kerja sama ini tujuannya menguatkan sinergi antara Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan Bareskrim dan Kejaksaan Agung dalam menindaklanjuti laporan dugaan terjadinya korupsi.
"Maka tidak benar dan tidak beralasan bahwa perjanjian kerja sama antara APIP dan aparat penegak hukum ini dijadikan alasan untuk mengampuni seorang tersangka koruptor apabila telah mengembalikan keuangan negara," kata Pelaksana tugas Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Sri Wahyuningsih.
Sri menanggapi pemberitaan terkait pelaksanaan MoU antara APIP dan aparat penegak hukum dalam penanganan pengaduan masyarakat terkait indikasi korupsi pada penyelenggara pemerintahan daerah, di Jakarta, Kamis (1/3).
Menurut Sri, Sri MoU itu sendiri dilakukan pada tanggal 28 Februari 218 dan diteken oleh Irjen Kemendagri, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung dan Kabareskrim. Penandatangan MoU juga disaksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kata Sri, MoU yang kemarin diteken, mengatur koordinasi APIP dan aparat penegak hukum dalam penanganan pengaduan masyarakat.
"Ini merupakan amanah dari Pasal 385 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, untuk mengetahui apakah materi laporan pengaduan masyarakat tersebut berindikasi korupsi atau administrasi," kata Sri.
Selain itu juga lanjut Ari, dalam MoU ditegaskan untuk memberikan batasan yang jelas terkait klasifikasi administrasi dan pidana sebuah materi pengaduan masyarakat. Aparat pengawas internal pemerintah dan penegak hukum sepakat untuk memberikan kriteria administrasi sebuah pengaduan masyarakat.
"Antara lain merujuk pada Pasal 7 ayat (5) huruf b yang menyatakan apabila terdapat kerugian negara atau daerah dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau ditindaklanjuti dan dinayatakn selesai oleh APIP atau BPK," tutur Sri.
Norma pada Pasal 7 ayat (5) huruf b tersebut lanjut Sri, hanya mengatur terhadap kerugian negara yang bersumber dari laporan hasil pemeriksaan oleh BPK atau pengawasan internal. Sehingga norma ini tidak berlalu bagi kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan pidana seperti suap, gratifikasi, pemerasan dan lain lain.
"MoU ini juga mengatur bahwa koordinasi APIP dan aparat penegak hukum dilakukan pada tahapan penyelidikan suatu pengaduan masyarakat dan tidak berlaku apabila tertangkap tangan (OTT)," ujarnya.
Sehingga kata Sri, apabila aparat penegak hukum dalam menangani suatu laporan masyarakat dan telah melakukan penyidikan dan menetapkan seseorang menjadi tersangka, maka tidak berlaku mekanisme koordinasi APIP dan penegak hukum. Hal yang sama apabila seseorang sudah ditetapkan tersangka atau tertangkap tangan melakukan korupsi, maka tindakan pidana jalan terus dan tidak dapat diklasifikasikan administrasi. ags/AR-3
Redaktur:
Penulis: Agus Supriyatna
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 5 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
Berita Terkini
- Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
- Warga Diminta Waspada, Gunung Ibu di Halmahera Barat Sudah Dua Kali Erupsi
- Meningkat, KCIC Sebut 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual Untuk Momen Natal dan Tahun Baru
- Terus Meluas, Otoritas Victoria Keluarkan Perintah Evakuasi Akibat Kebakaran Semak
- Wamenhub Minta KCIC Siapkan Pengoperasian Stasiun Kereta Cepat Karawang