Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 13 Okt 2018, 01:00 WIB

Agrokompleks Mesti Mandiri

Foto: koran jakarta/eko s putra

Hana Indra Kusuma mendambakan Indonesia yang mandiri dan tak terus mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan warganya.

Beberapa waktu yang lalu, Koran Jakarta berkesempatan menyambangi Wedang Kebon, sebuah tempat makan baru berkonsep kebun di Sidoarum, Godean, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi itu adalah tempat nongkrong yang dibikin oleh Direktur Utama PT Natural Nusantara (Nasa), Hana Indra Kusuma.

"Ini selain untuk rehat selepas kerja juga sekaligus untuk menularkan gaya hidup alami kepada para pengunjung. Yang mengurus teman saya ahli lanskap dan bunga. Saya sendiri akan memanfaatkan lahan yang di belakang untuk mengenalkan bibit tanaman yang keberadaannya sudah langka," kata Hana.

Tempat makan seluas 5.000 meter persegi dengan masakan-masakan Jawa di lingkungan yang asri itu bisa disebut sebagai proyek sosial saja dari Hana. Makanan dan minumannya murah, bahkan bunga yang ada di sana bisa dibeli hanya dengan harga tiga ribu rupiah per tangkai. Padahal, jika beli di pengecer bunga bisa sampai 10 ribu rupiah. "Yang penting masyarakat, anak-anak, senang dengan tanaman dulu. Dengan tanaman hati jadi lembut, tidak grusa-grusu seperti sekarang ini," katanya.

Menurut Hana, dunia tanaman dari hulu hingga hilir adalah kunci bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. Indonesia memiliki kesuburan dan kekayaan sumber daya pertanian yang luar biasa. Sayangnya, semua itu tidak dikelola dengan baik sehingga dari beras, buah, hingga produk turunannya, seperti produk kesehatan dan kecantikan, Indonesia lebih banyak impor.

Hana lahir tahun 1971. Dia merupakan lulusan Fakultas Pertanian S1 dan S2 UGM Yogyakarta. Sekitar 16 tahun lalu, Hana bersama beberapa temannya mendirikan PT Natural Nusantara atau kerap disingkat Nasa.

Pada awalnya, Hana hanya ingin mengembalikan hidupnya ke semua yang berbahan alami. Dan perusahaan yang dia dirikan itu mulai masuk ke bisnis melalui sarana produksi atau saprodi. Saprodi sangatlah luas, mulai dari budi daya hingga pemanenan. Maka Nasa dari awal memilih pada Saprodi pertanian organik, yakni pupuk.

Tak itu saja, Nasa lalu berkembang ke agensia hayati, makanan suplemen hewan dan ternak, reklamasi lahan hingga terapi limbah, yakni mengubah limbah menjadi pupuk.

Lebih dari itu, Nasa kemudian berkembang ke pascapanen, yakni produk herbal natural body care dan natural cosmetic. "Tapi, budi daya pertanian terus kita majukan. Bisnis kita di budi daya mulai dari hortikultura hingga tambak udang. Karena dengan itu, produk saprodi kita bisa dipercaya. Sawit kami juga punya percontohan," cerita Hana.

Saprodi organik, agensia hayati, dan reklamasi lahan Nasa sudah terdistribusikan di seluruh Indonesia. Dari retail hingga proyek besar bekerja sama dengan pengusaha pertanian besar Indonesia. Bahkan, saat ini Nasa telah menyiapkan proyek besar baru, yakni membuat lahan di tepi pantai menjadi produktif, seperti ditanami padi hingga buah-buahan. Laboratorium pertanian pantai milik NASA ada di pantai selatan Bantul. "Impian saya, anak-anak main ke pantai juga bisa memetik buah," kata Hana.

Menyulap Pantai

Indonesia memiliki lahan di tepian pantai yang sangat luas belum sepenuhnya produktif. Karena selama ini lahan berpasir itu dinilai tidak bisa digunakan sebagai lahan pertanian subur. Padahal, dengan teknologi yang dipunyai Nasa, yang sepenuhnya organik, pantai bisa disulap sesubur lahan di gunung.

Mengenai pilihan pemasaran, Nasa menggunakan pola jaringan. Hana menjelaskan bahwa perusahaannya tidak hanya ingin selling produk, tapi juga ingin mengupgrade penggunanya, baik skill maupun softskill. Alasannya, produk saprodi organik tidak bisa dilepas begitu saja ke pasar dengan cara konvensional yang ujung pemasarannya adalah toko.

Hana menjelaskan, saprodi organik bukan hanya tentang produk instan, tapi keseluruhan pengelolaan dengan cara organik. Sehingga jika hanya mengandalkan toko yang hanya mengandalkan label atau brosur di kemasan, maka akan sangat sulit mengubah kebiasaan petani yang kadung kecanduan saprodi non-organik.

Dengan pola direct selling berjejaring, Nasa mendidik distributor, distributor mendidik konsumen, dan perusahaan siap mendukung day to day segala kebutuhan konsumen.

Nasa mengenal panca fokus program dan akivitas, produk, sistem bisnis, sistem pendidikan, alat bantu bisnis, dan dukungan perusahaan.

Kini, di usianya yang ke- 16, PT Nasa ingin go international dengan mulai membuat jaringan pemasaran di beberapa negara seperti Vietnam maupun negaranegara maju di Eropa.

Untuk pendapatan Nasa per tahun, Hana enggan membuka angka pastinya. "Tapi yang jelas, 11 digit," katanya.

Hana selalu menempatkan dirinya jauh lebih besar dari urusan mencetak laba. Menurutnya, urusan pertanian adalah urusan fundamental yang harus dibereskan bangsa ini. Dan Agrokompleks, sekumpulan bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan, mestilah mandiri dari hulu hingga hilir. Dari pembibitan, sarana produksi, hingga panen dan penciptaan produk turunannya.

Sebab, agrokompleks seperti halnya semesta raya ini adalah persoalan keterhubungan semua lini, tidak bisa dipisah-pisah, seperti Kementan yang mengurusi produksi dan Kemendag yang mengurusi perdagangan pangan. Semua jadi tidak bisa berkembang dan terus berputar-putar di isu yang sama yakni impor dan kemiskinan petani.

"Agrokompleks musti mandiri. Dan Nasa ingin menunjukkan kita bisa. Mari main ke petani Nasa, ke kebun Nasa atau ke laboratorium Nasa. Kita bisa melihat bahwa karya anak bangsa ini serius, ingin mandiri dan mampu bersaing dengan negara-negara maju," pungkas Hana.

BIODATA

Nama: Hana Indra Kusuma

Lahir di Yogyakarta, 1971

Pendidikan :

• S1 Pertanian UGM
• S2 Pertanian UGM

Karier :

• Direktur Utama PT Natural Nusantara (Nasa), sejak 2002-sekarang

eko s putra/AR-2

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.