Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Zat Besi Tentukan Kemampuan Belajar Anak

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Zat besi sangat erat dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan tubuh. Fungsinya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut elektron di dalam proses pembentukan energi di dalam sel.

Dalam mengangkut oksigen, zat besi bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah dan mioglobin di dalam serabut otot. Bila bergabung dengan protein di dalam sel zat besi membentuk enzim yang berperan di dalam pembentukan energi di dalam sel.

Zat besi adalah salah satu mikronutrien atau sering juga dikenal sebagai vitamin dan mineral yang sangat penting untuk mendukung kemampuan belajar anak. Namun sayangnya banyak anak di dunia kekurangan zat gizi mikro ini.

"Jutaan anak mengalami pertumbuhan badan terhambat, keterlambatan kognitif, kekebalan yang lemah dan penyakit akibat defisiensi zat besi," kata ahli gizi ibu dan anak dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, dalam diskusi virtual Senin (27/1).

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas) menunjukkan 1 dari 3 anak balita Indonesia mengalami anemia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih dari 40 persen anak balita di negara berkembang menderita anemia dan sebesar 50-60 persen kasus anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi .

"Kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian. Kekurangan zat besi khususnya pada anak memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang," ujar ahli gizi ibu dan anak dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH.

Karena fungsinya yang penting ini maka kekurangan zat besi bisa mengganggu perkembangan kognitif, motorik, sensorik, perilaku, serta emosi. Terlebih saat anak memasuki usia sekolah, kekurangan zat besi akan berdampak pada kurangnya konsentrasi saat belajar, ketidakmampuan belajar, hingga perkembangan yang tertunda.

Padahal, anak usia prasekolah membutuhkan dukungan lingkungan yang baik, terutama dukungan gizi seimbang, sehingga orang tua harus mengetahui kebutuhan gizi, cara pemenuhannya, serta upaya perbaikan gizinya. Jika orang tua tidak waspada, dampaknya akan diketahui saat sudah terlambat.

"Meskipun seorang anak mungkin terlihat kenyang, bisa jadi tubuhnya tengah kelaparan akibat kekurangan zat gizi mikro." jelas Fikawati.

WHO menyatakan, kekurangan zat besi terlihat secara meyakinkan menunda perkembangan psikomotor dan mengganggu kinerja kognitif anak prasekolah dan anak usia sekolah di beberapa negara seperti Mesir, India, Indonesia, Thailand, termasuk Amerika Serikat.

Diperkirakan 30-80 persen anak di negara berkembang, mengalami kekurangan zat besi pada usia 1 tahun. Anak-anak ini akan mengalami keterlambatan perkembangan kognitif maupun psikomotor, dan ketika mereka mencapai usia sekolah mereka akan mengalami gangguan kinerja dalam tes bahasa keterampilan, keterampilan motorik, dan koordinasi, setara dengan defisit 5 hingga 10 poin dalam IQ.

Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Pusat, Prof. Dr. Ir. Hj. Netti Herawati, M.Si, menuturkan, proses belajar seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan. Proses ini belajar mengajar pada anak usia dini, hendaknya tidak terganggu oleh berbagai masalah, termasuk kendala kesehatan.

"Semua ini bisa tercapai jika anak sehat dan tidak mengalami kekurangan zat besi, sehingga kami selalu meminta agar orang tua memperhatikan asupan bergizi di rumah, untuk mendukung proses belajarnya agar bisa menyerap ilmu dengan optimal," jelas Netti.

Fikawati mengatakan penyebab kekurangan zat besi paling banyak disebabkan oleh pola makan tidak seimbang dan adanya gangguan proses penyerapan zat besi. Ketika anak sudah berusia 1 tahun keatas dan bisa mengonsumsi makanan rumah, orang tua perlu memastikan konsumsi makanan yang mengandung zat besi secara teratur.

"Zat besi bisa ditemukan pada daging sapi dan ayam, hati, telur, kacang-kacangan, ikan, dan sayuran. Tidak hanya itu, orang tua juga perlu memastikan konsumsi makanan sumber vitamin C untuk mendukung penyerapan zat besi," kata dia.

Guna mendukung konsumsi zat besi yang cukup Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia mengajak orang tua untuk bisa memberikan perhatian khusus dalam memastikan kebutuhan harian gizi anak. Melalui platform daring situs www.generasimaju.co.id, perusahaan ini menyediakan informasi dan tes risiko terjadinya kekurangan zat besi pada si Kecil melalui fitur di dalam

"Pada situs ini, orang tua juga dapat menemukan serangkaian artikel terkait topik nutrisi termasuk kekurangan zat besi dan bagaimana cara mengatasinya, serta berbagai artikel mengenai tips untuk mendukung anak menjadi Anak Generasi Maju,"ujar Direktur Komunikasi Danone Indonesia, Arif Mujahidin. Hay/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top