Sabtu, 15 Feb 2025, 19:08 WIB

Kemenperin: Yakin Saja, Penggunaan Energi Ramah Lingkungan Jauh Lebih Hemat dibanding Fosil

Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindusteian (Kemenperin) Apit Pria Nugraha (kanan) dalam acara Talkshow Toyota Sustainability Report Book Launching. Ini merupakan rangkaian Carbon Neutrality (CN) Mobility Even Gambir Ekspo, Jakarta, Sabtu (15/2)

Foto: istimewa

JAKARTA-Pengggunaan energi ramah lingkungan di sektor industri memberi manfaat nyata secara ekonomi, lebih untung. Misalnya dari sisi biaya atau cost yang dikeluarkan jauh lebih murah. Ini bukan hanya dialami industri otomotif tetapi pada semua sektor industri. 

"Misalnya kalau menggunakan solar panel untuk memenuhi kebutuhan nergi di industri itu lebih hemat dari sisi biaya karena tidak perlu mengeluarkan cost/biaya lagi ke untuk membayar listrik lagi. Jadi, industrinya untung. Itu yang dicarikan," ujar Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindusteian (Kemenperin) Apit Pria Nugraha dalam acara Talkshow Toyota Sustainability Report Book Launching. Ini merupakan rangkaian Carbon Neutrality (CN) Mobility Even Gambir Ekspo, Jakarta, Sabtu (15/2).

Keuntungan serupa juga diperoleh industri otomotif yang menggunakan kendaraan ramah lingkungan. Itu lebih hemat ketimbang kendaraan berbahan bakar energi fosil.

Jadi, kata Apit, penggunaan energi ramah lingkungan itu cara berpikirnya jangan terlalu jelimet seperti yang dipikirkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump bahwa ada konspirasi dan segala macam. "Ga usaha jelimet. Mungkin masih terlalu jauh kalau bicara untuk mengurangi emisi global. Cukup sederhana saja, biar lebih efisien, cost-nya rendah dan untung,"tandasnya.

Jadi, strategi untuk mencapai transisi energi itu lanjutnya ialah Awareness atau kesadaran dari kita semua, dari pelaku industri itu sendiri. Inibjuga menjadi tugas besar pemerintah. Membangun awareness itu bisa dilakukan dengan macam macam cara termasuk melalui diskusi dan sebagainya. Setelahnya baru bagaimana dukungan kebijakan dari pemerintah.

Ramah lingkungan itu terangnya tidak mesti harus kendaraan listrik tetapi selama ia memberi rendah emisi. Itu pula yang dikakukan oleh industri otomotif termasuk oleh Toyota melalui pendekatan Multi-Pathway, industri otomotif ini menyajikan beragam pilihan teknologi ramah lingkungan yang bisa diberikan oleh masyarakat Indonesia. Mulai hybrid EV (HEV), plug-in hybrid EV (PHEV), battery electric vehicle (BEV), dan fuell cell electric vehicle.

Upaya menurunkan emisi karbon ini papar Apit juga sebagai amanat global melalui COP29, kesepakatan perubahan iklim bangsa bangsa. Tak hanya kesepakatan dan target global, ada juga target target di level nasionalnya yang kemudian oleh pemerintah diturunkan ke target target per sektor industri.

Nanti lanjutnya, pemerintah akan membuat aturan terkait batasan emisi per industri. Tentu ini akan berlaku secara bertahap, tidak langsungbuntuk semua industri, ada beberapa industri. Tentu dari situ akan ada efeknya ke industri yakni cost.

Pemerintah sebagai regulator ujar Apit, tidak hanya menerbitkan aturan yang sifatnya restriktif tetapi juga fasilitatif melalui pemberian insentif dan sebagainya. Misalnya mendorong skema pendanaan dengan memberikan pinjaman melalui kebijakan green loan. 

"Diharapkan melalui skema ini banyak industri yang terbantukan sehingga mempercepat transisi sektor industri. Dengan itu dekarbonisasi sektor industri semakin dipercepat,"pungkas Apit.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: