Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

WHO Temukan Hampir Seperempat Remaja Putri Alami Kekerasan dari Pasangan

Foto : istimewa

Analisis WHO didasarkan pada survei terhadap ribuan gadis remaja berusia antara 15 dan 19 tahun dari 154 negara dan wilayah.

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Hasil studi Organisasi Kesehatan Dunia atauWorld Health Organisation (WHO) pada hari Selasa (30/7) menunjukkan, sekitar seperempat dari gadis remaja yang pernah menjalin hubungan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual. Untuk itu, diperlukan lebih banyak tindakan pencegahan.

Analisis WHO yang dipublikasikan dalam jurnal medis Lancet didasarkan pada survei terhadap ribuan gadis remaja berusia antara 15 dan 19 tahun dari 154 negara. Hasil survei menunjukkan 24 persen dari mereka pernah menjadi korban kekerasan pasangan intim setidaknya satu kali, dengan 16 persen melaporkannya tahun lalu.

Dikutip dari The Straits Times, penulis utama studi Lynnmarie Sardinha, mengatakan, analisis tersebut sebagian dimotivasi oleh kekhawatiran bahwa perempuan muda "terabaikan" dan tidak menerima dukungan.

"Saya sangat terkejut melihat persentase besar remaja putri yang pada dasarnya sudah menjadi korban kekerasan, bahkan sebelum ulang tahun ke-20 mereka. Kita masih tertinggal dari yang seharusnya," katanya.

Data tersebut berdasarkan survei yang dilakukan antara tahun 2000 dan 2018. Sardinha mengatakan, data yang dikumpulkan sejak saat itu masih diverifikasi dan tampaknya menunjukkan hanya ada "penurunan yang sangat sedikit".

Tindakan kekerasan yang dihitung dalam survei tersebut termasuk menendang atau memukul serta tindakan seksual yang tidak diinginkan, seperti pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan.

Data tersebut, dipecah berdasarkan negara dan kawasan, menunjukkan korelasi yang tinggi antara kekerasan dan hak-hak perempuan, dengan negara-negara tempat anak perempuan dan perempuan memiliki akses terbatas terhadap pendidikan dan undang-undang warisan yang tidak setara menunjukkan tingkat kekerasan yang lebih tinggi.

Angka tertinggi terdapat di Oseania, diikuti oleh Afrika, dengan 49 persen anak perempuan melaporkan kekerasan oleh pasangan intim di Papua Nugini dan 42 persen di Republik Demokratik Kongo, analisis menunjukkan. Angka terendah terdapat di Eropa dengan 10 persen melaporkan kejadian.

Direktur Departemen Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta Penelitian WHO, Pascale Allotey, mengatakan mengingat kekerasan selama tahun-tahun pembentukan yang kritis ini dapat menyebabkan kerugian yang mendalam dan berkelanjutan. Hal ini perlu ditangani dengan lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat. "Dengan fokus pada pencegahan dan dukungan yang terarah."


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top