Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

WHO: Dorongan Baru untuk Pengembangan Vaksin Flu Burung mRNA

Foto : ANTARA/REUTERS/Dado Ruvic

Ilustrasi - Tabung reaksi berlabel "Flu Burung" dan telur.

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada hari Senin (29/7) mengumumkan sebuah proyek baru untuk mempercepat pengembangan vaksin di negara-negara miskin untuk infeksi flu burung pada manusia dengan menggunakan teknologi messenger RNA yang mutakhir.

Menurut sumber dari AFP, WHO mengatakan produsen asal Argentina, Sinergium Biotech akan memimpin upaya ini dan sudah mulai mengembangkan kandidat vaksin H5N1.

Seperti dikutip dari The Straits Times, flu burung H5N1 pertama kali muncul pada tahun 1996, namun sejak tahun 2020, terjadi peningkatan eksponensial wabah pada burung seiring dengan semakin banyaknya virus yang menular ke mamalia, termasuk sapi di peternakan AS dan beberapa manusia.

WHO mengatakan hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa virus ini dapat memicu pandemi di masa depan. Sinergium bertujuan membangun bukti konsep dalam model pra-klinis untuk calon vaksinnya.

Setelah data pra-klinis siap, teknologi, bahan dan keahlian akan dibagikan kepada jaringan produsen di negara-negara miskin, sehingga memungkinkan mereka untuk mempercepat pengembangan dan produksi mereka sendiri.

Badan kesehatan PBB mengatakan proyek tersebut akan diluncurkan melalui program transfer teknologi mRNA yang dibuat dengan Medicines Patent Pool (MPP) yang didukung PBB pada tahun 2021, pada puncak krisis Covid-19.

Program tersebut bertujuan membantu negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, yang sangat kurang terlayani selama pandemi ini, untuk mengembangkan dan memproduksi vaksin mereka sendiri menggunakan mRNA.

Teknologi ini menginstruksikan tubuh untuk memproduksi protein unik yang merangsang respon imun, mengajarkannya untuk bertahan melawan infeksi.

Vaksin mRNA Covid yang dikembangkan dengan cepat membawa perubahan besar selama pandemi Covid-19, namun vaksin ini jugamengungkap kesenjangan vaksin global yang mencolokdan mendorong tuntutan distribusi yang lebih adil di tengah upaya penggunaan teknologi untuk melawan penyakit lain.

"Inisiatif ini menjadi contoh mengapa WHO membentuk program transfer teknologi mRNA," kata kepala badan tersebut, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam sebuah pernyataan.

Program tersebut, yang mencakup 15 mitra manufaktur di negara-negara mulai dari Afrika Selatan, Ukraina, hingga Vietnam, berupaya "mendorong penelitian, pengembangan, dan produksi yang lebih besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah", katanya.

Dengan demikian, "ketika pandemi berikutnya terjadi, dunia akan lebih siap untuk melakukan respons yang lebih efektif dan adil".

Virus flu burung termasuk di antara virus yang dianggap berpotensi memicu pandemi di masa depan.

WHO mengatakan ada sejumlah vaksin influenza tradisional yang sudah mendapat izin penggunaan pandemik dan berpotensi disesuaikan untuk memerangi H5N1 jika penyakit itu mulai menyebar ke manusia.

Namun Dr Martin Friede, yang mengepalai unit penelitian vaksin WHO, mengatakan fokus pada pengembangan vaksin berbasis mRNA sangat menarik ketika berupaya membangun kapasitas produksi yang berkelanjutan.

Upaya-upaya sebelumnya untuk meningkatkan produksi vaksin influenza di negara-negara berkembang sering kali tersendat, karena fasilitas-fasilitas yang hanya berfokus pada vaksin influenza pandemik berbasis telur ditutup setelah ancaman tersebut hilang dan pemerintah berhenti menyediakan dosis-dosis tersebut.

"Keuntungan mRNA adalah, secara teori, kita bisa membuat vaksin Covid, kita bisa membuat vaksin H5N1, tapi juga banyak vaksin lain dan, yang terpenting, juga terapi," kata Dr Friede kepada wartawan.

Jika kebutuhan akan vaksin H5N1 atau vaksin lainnya memudar, alih-alih menghentikan produksi, "kami berharap semua mitra dapat memproduksi vaksin lain", katanya.

Dia mengatakan setengah dari produsen vaksin sudah mulai memasang peralatan yang diperlukan untuk mengembangkan dan memproduksi vaksin berbasis mRNA, yang berarti mereka akan dapat bertindak lebih cepat jika bencana terjadi lagi.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top