Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penyakit Menular

WHO Desak Perketat Pengawasan dalam Upaya Atasi Flu Burung

Foto : AFP/FABRICE COFFRINI

Kantor pusat WHO di Jenewa, beberapa waktu lalu. WHO mengimbau semua negara untuk meningkatkan pengawasan dan pelaporan influenza pada hewan dan manusia.

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) pada hari Kamis (11/7) memperingatkan kemampuannya untuk mengelola risiko virus flu burung H5N1 terhadap manusia terganggu oleh pengawasan yang tidak merata.

Dikutip dari The Straits Times, WHO mengatakan Amerika Serikat, minggu lalu, melaporkan kasus keempat flu burung H5N1 pada manusia setelah terpapar sapi perah yang terinfeksi, sementara Kamboja melaporkan dua kasus pada anak-anak yang melakukan kontak dengan ayam yang sakit atau mati.

"Saat ini, belum ada penularan dari manusia ke manusia yang dilaporkan. Itulah sebabnya WHO terus menilai risiko terhadap masyarakat umum sebagai rendah," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Namun, kemampuan kita untuk menilai dan mengelola risiko tersebut terhambat oleh terbatasnya pengawasan terhadap virus influenza pada hewan di seluruh dunia," ungkapnya dalam konferensi pers.

Memahami bagaimana virus ini menyebar dan berubah pada hewan sangat penting untuk mengidentifikasi perubahan apa pun yang dapat meningkatkan risiko wabah pada manusia, atau potensi pandemi.

WHO mengimbau semua negara untuk meningkatkan pengawasan dan pelaporan influenza pada hewan dan manusia, dan bagi negara-negara untuk berbagi sampel dan urutan genetik.

Pekerja Pertanian

Ia juga mendesak perlindungan yang lebih besar bagi pekerja pertanian yang mungkin terpapar hewan yang terinfeksi, dan untuk penelitian yang lebih besar tentang flu burung.

Influenza burung A (H5N1) pertama kali muncul pada tahun 1996. Klade virus 2.3.4.4b, yang pertama kali terdeteksi pada tahun 2020, merupakan penyebab pertumbuhan eksponensial dalam jumlah wabah pada burung, di samping peningkatan jumlah mamalia yang terinfeksi.

Jenis virus ini telah menyebabkan kematian puluhan juta unggas, burung liar, mamalia darat dan laut juga terinfeksi. Kasus-kasus manusia yang tercatat di Eropa dan Amerika Serikat sejak virus itu melonjak sebagian besar bersifat ringan.

H5N1 telah menyebar di antara kawanan sapi perah di Amerika Serikat, dengan kini tercatat empat kasus penyakit yang berpindah dari sapi ke manusia. Kepala bidang kesiapsiagaan dan pencegahan epidemi dan pandemi WHO, Maria Van Kerkhove, mengatakan H5N1 kini telah terdeteksi di 145 kawanan di 12 negara bagian AS.

"Saya rasa hal ini akan terus berlanjut, mengingat kita telah melihat adanya penyebaran yang meluas, mengingat kita memiliki beberapa sampel terbatas yang dilakukan pada sapi perah, tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di seluruh dunia. Kita benar-benar perlu memahami luasnya sirkulasi pada sapi perah," katanya.

Direktur Kedaruratan WHO, Michael Ryan, mengatakan biasanya lebih mudah memberantas penyakit dari hewan peliharaan, karena diketahui di mana hewan tersebut berada, dan tindakan keamanan hayati dapat diterapkan. "Kesulitannya adalah ketika penyakit itu ada di kawanan hewan liar karena adanya risiko pencampuran," ujarnya.

Selain itu, WHO juga memperingatkan penyakit cacar monyet atau mpox tetap menjadi ancaman kesehatan global, menyuarakan keprihatinan khusus pada merebaknya wabah jenis mpox baru yang lebih mematikan di Republik Demokratik Kongo.

Organisasi kesehatan global itu mengatakan telah menerima laporan kasus dari 26 negara hanya dalam sebulan terakhir. "Mpox tetap menjadi ancaman kesehatan global," kataTedros Adhanom Ghebreyesus.

Ia menyoroti Afrika Selatan baru-baru ini melaporkan 20 kasus, termasuk tiga kematian kasus pertama di negara itu sejak 2022.

"Tak satu pun dari kasus tersebut memiliki riwayat perjalanan internasional, yang menunjukkan kasus yang terkonfirmasi merupakan proporsi kecil dari semua kasus, dan bahwa penularan komunitas masih berlangsung," katanya.

Dia meminta perhatian khusus untuk situasi di Kongo, tempat jenis virus baru telah menyebar sejak September 2023.

"Wabah itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat," kata Tedros, seraya menunjukkan 11.000 kasus telah dilaporkan tahun ini, termasuk 445 kematian, dengan anak-anak menjadi yang paling terkena dampak.

Pimpinan teknis WHO untuk mpox, Rosamund Lewis, mengatakan badan kesehatan PBB sangat prihatin. "Ada risiko lintas batas, virus terus berpindah, karena perbatasan sangat rentan dengan negara-negara tetangga," katanya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top