Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Wayang Kulit Kedu Bisa Dipakai untuk Pendidikan Ekologi, Bagaimana Ceritanya?

Foto : The Conversation/YouTube KGPS Channel

Tangkapan layar - Pertunjukan Wayang kulit Kedu oleh Ki Legowo yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Tengah.

A   A   A   Pengaturan Font

Cerita-cerita dalam pertunjukan wayang kulit Kedu juga kaya akan pengetahuan tradisional tentang siklus tanam, pemuliaan benih padi dan tanaman pangan, pemberian pupuk alami, pengelolaan lahan, dan tata kelola irigasi. Ini menjadi sangat penting di tengah iklim yang berubah, ketika praktik pertanian berkelanjutan dan pemahaman tentang ekosistem menjadi kunci untuk menghadapi perubahan lingkungan.

Dengan kekuatan cerita tersebut, peran dan fungsi wayang kulit Kedu dapat berkembang menjadi lebih dari sekadar sarana ruwatan dan hiburan tradisional. Wayang kulit Kedu dapat menjadi medium penting untuk menyampaikan pesan tentang upaya meredam dan menanggulangi dampak perubahan iklim berdasarkan pengalaman budaya dan pengetahuan tradisional yang telah ada dan masih hidup di masyarakat.

Sayangnya, wayang kulit Kedu saat ini sedang berada di ambang kepunahan. Situasi ini membutuhkan peran pegiat seni bersama pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) dalam merangsang geliat wayang Kedu dengan tujuan pelestarian lingkungan.

Melalui narasi dan simbolisme yang kaya dengan relasi antara manusia dan alam, pertunjukan wayang kulit Kedu dapat memvisualisasikan konsep-konsep abstrak perubahan iklim menjadi cerita yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Lakon-lakon yang memperlihatkan interaksi antara manusia dengan alam, serta tantangan-tantangan yang dihadapi, dapat diinterpretasikan ulang untuk mencerminkan dampak perubahan iklim terhadap kehidupan sehari-hari seperti kerusakan ekosistem, kegagalan panen, anomali cuaca, dan semakin berkurangnya keanekaragaman hayati.


Artikel ini juga mendapatkan saran dan masukan dari Indra Fibiona, pamong budaya ahli sejarah dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah Yogyakarta. Tim penulis mengucapkan terima kasih atas kontribusi pemikiran yang diberikan.The Conversation
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top