Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Neraca Perdagangan | Pada Januari-September 2022, Defisit Migas Tembus 18,8 Miliar Dollar AS

Waspadai Penurunan Surplus

Foto : ISTIMEWA

Badan Pusat Statistik

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus mewaspadai tren penurunan surplus neraca dagang nasional. Sebab, apabila tak segera diatasi, dikhawatirkan penurunan tersebut berlanjut sehingga berpotensi menjadi tekanan tambahan bagi kinerja rupiah.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang nasional pada September lalu surplus 4,99 milliar dollar AS. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan capaian surplus pada Agustus lalu sebesar 5,76 milliar dollar AS.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, menyebut surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2022 berasal dari sektor nonmigas (nonminyak dan gas) senilai 7,09 miliar dollar AS. Namun, capaian itu tereduksi oleh defisit sektor migas senilai 2,10 miliar dollar AS.

Nilai ekspor Indonesia September lalu mencapai 24,80 miliar dollar AS atau turun 10,99 persen dibanding ekspor Agustus lalu (mtm). Dibanding September 2021 (yoy), nilai ekspor September lalu naik sebesar 20,28 persen. Ekspor nonmigas September 2022 mencapai 23,48 miliar dollar AS, turun 10,31 persen (mtm), tetapi naik 19,26 persen (yoy).

"Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-September 2022 mencapai 219,35 miliar dollar AS naik 33,49 persen dibanding periode sama 2021. Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai 207,19 miliar dollar AS, naik 33,21 persen," sebutnya dalam konferensi persnya di Jakarta, Senin (17/10).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan tren penurunan surplus perdagangan terjadi akibat moderasi pada harga komoditas ekspor utama, terutama minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar internasional dan koreksi harga batu bara dibanding bulan sebelumnya. Dia menambahkan penurunan permintaan CPO, untuk bahan baku industri pengolahan, sangat terkait dengan ancaman resesi global.

Lebih lanjut, Bhima menambahkan permintaan batu bara tahun depan berpotensi turun akibat ancaman resesi meskipun krisis energi kini berlangsung di zona euro. Menurutnya, price reversal dari harga komoditas bisa menekan surplus perdagangan pada Oktober ini.

"Impor migas tidak bisa hanya dilihat turun dibandingkan posisi bulan sebelumnya (Agustus 2022), tetapi jika dibandingkan satu tahun terakhir, fakta bahwa impor migas naik 83,5 persen year on year perlu diwaspadai meski ada kebijakan kenaikan harga BBM, kenaikan defisit migas tetap tinggi," tandasnya.

Dia menambahkan per Januari-September 2022, defisit migas menembus 18,8 miliar dollar AS. Bahkan, angka tersebut melampaui posisi pada Januari-Desember 2021 sebesar 13,2 miliar dollar AS.

Langkah Mitigasi

Karena itu, Bhima memperingatkan pemerintah perlu mewaspadai dampak penurunan surplus perdagangan yang berlanjut terhadap stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Dengan makin turunnya pendapatan ekspor di tengah meningkatnya kebutuhan impor migas, rupiah berisiko mengalami pelemahan lanjutan.

"Perlu dicari langkah-langkah mitigasi dengan peningkatan porsi ekspor produk industri pengolahan nonkomoditas, pencarian pasar alternatif yang masih cukup tahan terhadap ancaman resesi (di Asean ada Vietnam dan Filipina, Afrika Utara, dan Timur Tengah), mengurangi ketergantungan pada konsumsi migas dengan percepatan transisi energi, memperbesar industri substitusi impor di dalam negeri," pungkasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top