Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 28 Jul 2022, 00:02 WIB

Waspadai Penurunan Produksi Padi Dalam Negeri

Foto: KORAN JAKARTA/WAHYU AP

JAKARTA - Pemerintah diminta memperkuat produksi pangan nasional guna menghindari ancaman krisis pangan ke depan. Hal itu mengingat dalam 20 tahun terakhir produksi padi nasional stagnan.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, dalam sebuah diskusi secara daring di Jakarta, Rabu (27/7), mengingatkan negara yang tidak hati-hati dalam mengelola pangan bakal rawan dilanda krisis sosial dan ekonomi. Saat ini, di masyarakat lonjakan harga pangan sudah sangat terasa yang tecermin dari Food Price Index yang telah melampaui tiga krisis pangan sebelumnya.

Menurut Andreas, kebergantungan pada pangan impor sudah sangat tinggi, meskipun tidak ada impor beras pada 2021 lalu. Kendati demikian, impor delapan komoditas tahun ini diperkirakan akan meningkat. "Ini harus diwaspadai," ujar Dwi Andreas.

Kalau impor pangan tersebut tidak dikendalikan, defisit neraca dagang pangan akan terus meningkat. Pada tahun lalu, volume impor pangan Indonesia meningkat 20 juta ton dari tahun 2008. Salah satu penyumbang terbesar ialah gandum.

Selain itu, dia juga menyoroti Indeks Ketahanan Pangan yang terus menurun. Dari data Global Food Security Indeks posisi Indonesia berada di peringkat 69 dari 113 negara atau turun dari sebelumnya di posisi 65.

Lebih lanjut, dia mengatakan laju pertumbuhan produksi beras di Indonesia saat ini tak lagi mampu mengejar laju pertambahan penduduk. Produksi padi pada 2021 tercatat sebanyak 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG), turun 233,91 ribu ton atau 0,43 persen dibanding produksi tahun 2020 sebesar 54,65 juta ton GKG.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat luas panen padi tahun lalu mencapai sekitar 10,41 juta hektare (ha), turun sebanyak 245,47 ribu ha atau 2,30 persen dibandingkan luas panen padi pada 2020 seluas 10,66 juta ha.

Beberapa komoditas impor pada 2022 produksinya diperkirakan menurun seperti gandum yang turun 1 persen dari 778,3 juta ton menjadi 770,3 juta ton karena kekeringan di Uni Eropa, sementara perang Russia dan Ukraina membuat distribusinya terganggu.

Produksi serealia pun diperkirakan turun 0,6 persen dari 2,80 miliar ton menjadi 2,79 miliar ton di 2022. Pada saat yang sama produksi beras dunia diproyeksi turun 0,4 persen dari 522,5 juta ton menjadi 520,5 juta ton. Begitu juga dengan produksi biji-bijian kasar akan menurun 0,5 persen menjadi 1,50 miliar ton.

Pada saat yang sama, beberapa komoditas pangan mengalami peningkatan produksi, seperti minyak nabati dan kedelai, yang menyebabkan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit, mengalami penurunan harga.

"Karena itu, pendapatan Indonesia dari ekspor minyak sawit dan produknya akan turun. Ekspor dan surplus pertanian Indonesia pun akan lebih rendah dari 2021," katanya.

Antisipasi Dini

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari lembaga riset Core, Yusuf Rendi Manilet, meminta pemerintah untuk melakukan antisipasi dini, sebab pada pertengahan tahun ini hingga awal tahun depan harga beras akan meningkat yang akan mengerek inflasi.

"Beras itu kan salah satu penyumbang tertinggi dalam inflasi pangan. Jika tidak direspons serius, inflasi pangan akan mengalami kenaikan," pungkas Rendi.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.