Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
“Hari Oeang” - Pemerintah Harus Kreatif Menciptakan Peluang yang Mendatangkan Devisa

Waspadai "Middle Income Trap"

Foto : ANTARA/Aprillio Akbar

DIALOG LINTAS GENERASI - Co-Founder dan CPO Ruang Guru Iman Usman (kiri) dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjadi pembicara seminar peringatan Hari Oeang ke-72 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (31/10). Seminar tersebut mengangkat tema Dialog Lintas Generasi Melanjutkan Estafet Pembangunan Ekonomi Menuju Indonesia Emas 2045.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ekonom Senior, Dorodjatun Kuncoro Jakti, pada peringatan Hari Oeang di Jakarta, Rabu (31/10), mengatakan Indonesia akan menghadapi era bonus demografi pada tahun 2030 hingga 2045 dengan menjadi negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.

Sebagai informasi, dengan bonus demografi tersebut, idealnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya berada di level 5-6 persen, tetapi harus berada di atas 7 persen seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakatnya. "Janganlah kita selama 60 tahun goes to no where.

Jadi, tanggung jawab Anda semua ke depan adalah memimpin Indonesia untuk take off, sebab kalau tidak, Anda akan menjadi the biggest failed state in the world," kata mantan Menko Perekonomian di era pemerintahan mantan Presiden Megawati Soekarno Putri itu.

Menurut Dorojatun, pemimpin di masa mendatang harus mampu membawa Indonesia melepaskan diri dari jebakan middle income trap, jika tidak ingin menjadi negara yang paling gagal. Sebab itu, jelasnya, di era Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat ini harus memanfaatkan tingginya simpanan domestik karena jumlah tenaga kerja yang membludak di era bonus demografi.

Jika tidak dimanfaatkan, potensi tersebut justru bisa menjadi sumber capital outflow lantaran banyaknya tawaran investasi saham, obligasi, emas, bahkan properti yang saat ini sudah bisa dilakukan antarnegara.

"Harus diwaspadai karena yang saya khawatirkan justru sebagian dari kita telah mencapai pendapatan per kapita yang bagus, kemudian malah menjadi penyumbang capital outflow," katanya.

Dengan pasar domestik yang sangat besar tambahnya, bisa juga menghambat pertumbuhan ekspor, karena lebih banyak dikonsumsi dalam negeri. Sebab itu, Indonesia harus memanfaatkan sumbersumber pendapatan devisa selain ekspor seperti pariwisata.

"Jangan kecewa tidak bisa ekspor dengan cepat karena domestic market memang besar sekali. Saya kira jangan kuatir memikirkan ekspor, devisa bisa diperoleh dengan berbagai cara yang lain," kata Dorodjatun.

Makin Ramping

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah semakin ramping. Hal itu terlihat pada postur APBN 2019 yang didesain dengan hanya defisit 1,84 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit yang makin menurun jelasnya mengindikasikan penerimaan pajak makin meningkat sejalan dengan perbaikan kualitas belanja negara. "Kadang kita harus hati-hati saat melihat kondisi dunia yang meningkat suku bunganya dan likuiditasnya, tetap membutuhkan (utang-red) untuk mengejar ketertinggalan secara bertanggung jawab," kata Menkeu.

Ia juga menyampaikan soal keseimbangan primer atau pembayaran bunga utang dengan menarik pinjaman baru di mana sudah didesain lebih kecil. Keseimbangan primer dalam APBN 2019 didesain defisit 20 triliun rupiah.

bud/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top