Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Potensi Ekonomi | Sistem Otomatisasi Akan Gantikan 23 Juta Pekerjaan di Indonesia pada 2030

Waspadai Jebakan Bonus Demografi

Foto : ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah menegaskan puluhan juta pekerjaan di Indonesia pada 2030 akan digantikan oleh sistem otomatisasi sehingga perlu ada kesiapan mengantisipasi ancaman itu. Jika tidak, bonus demografi yang dimiliki RI hanya menjadi beban karena membengkaknya angka pengangguran.

Pengamat Literasi Digital Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Jawa Timur, Frederik Gasa, mengkhawatirkan banyaknya penduduk RI yang tergilas otomatisasi ke depannya. Dia beralasan literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah, sementara otomatisasi berhubungan erat dengan dunia digital.

"Rendahnya literasi digital masyarakat kita akan mempersulit mereka ke depannya untuk mendapatkan jenis pekerjaan baru. Ke depan, pekerjaan-pekerjaan sangat mengandalkan inovasi dan teknologi," tandas Frederik dalam keterangan kepada Koran Jakarta, Rabu (23/11).

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim, mengingatkan apabila surplus usia produktif ini tidak dioptimalkan, RI akan menghadapi masalah baru yang disebut jebakan demografi.

"Jebakan demografi ialah pada saat usia produktif yang besar tidak bisa mendorong produktivitas nasional. Dampaknya bangsa ini akan terbebani dengan penduduk usia produktif yang tidak berproduksi," tegasnya.

Hasil studi McKinsey menyebutkan adanya otomatisasi akan menggantikan 23 juta pekerjaan di Indonesia pada 2030. Namun sisi positifnya, sebanyak 46 juta pekerjaan baru akan tercipta jika Indonesia mampu mengimbangi transformasi ini.

"Dengan pergeseran struktural tersebut, keterampilan yang dibutuhkan industri juga ikut berubah," kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian, Arus Gunawan, di Jakarta, Rabu (23/11).

Dia mengatakan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) memperkirakan ada sepuluh keterampilan teratas yang dibutuhkan pada 2025, termasuk kemampuan analitis, pemecahan masalah yang kompleks, kreativitas, dan orisinalitas. Untuk memanfaatkan keuntungan dari megatren ini, Indonesia harus meningkatkan produktivitas pekerjanya, termasuk di sektor industri.

Dia menambahkan sebagai bagian integral dari arsitektur pendidikan nasional, Pendidikan dan Pelatihan Vokasi (TVET) dapat meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Hal itu untuk memastikan tenaga kerja memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi pekerjaan hari ini dan masa depan.

Karena itu, BPSDMI Kemenperin menjalin kerja sama dengan Prospera, Katalis dan Pemerintah Australia untuk menyelenggarakan Industrial Vocational Week 2022 Side-event: Matching skills with future of work.

Perkuat Kolaborasi

Diakuinya, membangun ekosistem TVET yang sesuai kebutuhan dunia usaha industri tidaklah mudah. Untuk itu, peningkatan kerja sama dan kolaborasi dengan semua pihak sangatlah penting.

Tim Stapleton, Minister-Counsellor (Economic, Infrastructure and Investment) di Kedutaan Besar Australia di Jakarta mengemukakan, melalui program Prospera dan Katalis, Pemerintah Australia mendukung upaya Indonesia menyesuaikan keterampilan dengan pekerjaan di masa depan.

Sebanyak 200 peserta mengikuti seminar tersebut, baik secara daring maupun luring.

Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/ Bappenas Mahatmi Parwitasari Saronto mengatakan, pemerintah terus berupaya merevitalisasi semua komponen sektor vokasi dan memastikannya berorientasi pada permintaan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top