Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mata Uang - Rupiah Konsisten Melemah Hampir Tujuh Tahun

Waspadai Dampak Depresiasi Rupiah pada APBN

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Pelemahan rupiah di atas asumsi APBN berpeluang memperlebar defisit anggaran.

>>Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 di bawah ekspektasi turut menekan rupiah.

JAKARTA - Pemerintah mesti mengantisipasi dampak pelemahan rupiah pada membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan bertambahnya beban utang luar negeri.

Sebab, posisi rupiah yang telah menembus level 14 ribu rupiah telah jauh di atas asumsi kurs pada APBN 2018 yang dipatok pada 13.400 rupiah per dollar AS.

Sementara itu, nilai tukar rupiah, Selasa (8/5), melanjutkan pelemahan selama tiga hari perdagangan berturut-turut. Ini beriringan dengan tren depresiasi mayoritas mata uang Asia terhadap dollar AS.

Rupiah ditutup melemah 51 poin (0,36 persen) dibandingkan posisi hari sebelumnya, menjadi 14.052 rupiah per dollar AS, level terlemah sejak Desember 2015. Pada perdagangan kemarin, mata uang RI itu bergerak pada rentang 14.004-14.052 rupiah per dollar AS.

Adapun kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah terdepresiasi 0,57 persen menjadi 14.036 rupiah per dollar AS.

Rupiah tercatat memimpin pelemahan mayoritas mata uang di Asia, diikuti dollar Singapura dan baht Thailand yang masing-masing terdepresiasi 0,24 persen.

Pelaku pasar menyatakan tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Dari sisi internal karena pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 sebesar 5,06 persen meleset dari ekpektasi pasar sebesar 5,2 persen.

Sedangkan dari eksternal berupa ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserves yang lebih agresif akan semakin menguatkan dollar AS.

Suku bunga The Fed diperkirakan kembali dinaikkan pada Juni mendatang. Meskipun pemerintah dan BI selama ini selalu berdalih bahwa pelemahan rupiah hanya bersifat sementara dan mata uang RI akan menguat kembali, namun data menunjukkan fakta yang berlawanan.

Berdasarkan kurs tengah BI, rupiah sejak menyentuh posisi terkuat, pada 2 Agustus 2011 di level 8.460 rupiah per dollar AS, hingga kini konsisten melemah. Bahkan, tidak pernah mendekati titik tertinggi tersebut.

Menanggapi depresiasi rupiah itu, ekonom Universitas Brawijaya Malang, Candra Fajri Ananda, mengemukakan pelemahan ini menandakan nilai tukar mata uang RI tersebut sudah tidak sesuai dengan asumsi makro ekonomi dalam APBN 2018 yang dipatok 13.400 rupiah per dollar AS.

"Subsidi terutama impor minyak dulu dihitung 13.500 rupiah menjadi 14.000 rupiah per dollar AS. Ini artinya belanja subsidi membengkak. Kalau belanja itu membengkak, kemudian penerimaan negara tetap maka defisit anggaran akan mendekati angka 3 persen, itu bahaya untuk APBN," kata Candra, di Jakarta, Selasa (8/5).

Hal lain yang perlu diantisipasi, lanjut dia, adalah meningkatkan beban utang luar negeri yang harus ditanggung APBN akibat melesetnya asumsi kurs rupiah.

Menurut Candra, guna mengantisipasi agar depresiasi rupiah tidak mengancam pelebaran defisit anggaran hingga di atas 3 persen, maka pemerintah mesti mengimbanginya dengan meningkatkan penerimaan pajak.

Sayangnya, penerimaan sampai dengan April 2018 tidak seperti yang diharapkan. "Pemerintah kemungkinan bakal mencukupi kebutuhan fiskal dengan berutang lagi. Bila ini dibiarkan akan cukup berbahaya," tukas dia.

Beban Utang

Hal senada dikemukakan ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurut dia, dengan kurs rupiah yang menembus level 14.000 rupiah per dollar AS, terjadi pembengkakan kewajiban membayar utang luar negeri Indonesia hingga 5,5 triliun rupiah.

"Selisih pembengkakan ini akibat currency missmatch. Jika gunakan kurs 13.400 rupiah sesuai APBN, maka pemerintah wajib membayar 121,9 triliun rupiah. Sementara itu, dengan kurs sekarang di kisaran 14.000 rupiah, beban pembayaran menjadi 127,4 triliun rupiah," ungkap dia.

Berdasarkan data BI, kewajiban pembayaran utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo pada tahun ini mencapai 9,1 miliar dollar AS, terdiri atas 5,2 miliar dollar AS utang pokok dan bunga 3,8 miliar dollar AS.

Bhima menambahkan sebagai negara net importir minyak, pelemahan rupiah akan meningkatkan biaya impor minyak.

Pada 2017, neraca migas Indonesia defisit 8,5 miliar dollar AS karena membengkaknya impor minyak hingga 24,3 milliar dollar AS. "Ini tidak sehat dan memengaruhi harga BBM non-subsidi yang dipakai angkutan barang kebutuhan pokok," ucap dia. ahm/YK/SB/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top