Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Warga Tuntut Perbaikan Pengelolaan TPA Burangkeng

Foto : istimewa

unjuk rasa

A   A   A   Pengaturan Font

BEKASI - Komunitas Prabu Peduli Lingkungan, Bangkit Petani Pasundan dan pemulung dari Desa Burangkeng melakukan demontrasi di kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi, pekan lalu. Demontrasi yang diikuti 40 orang itu menuntut perbaikan pengelolaan TPA Burangkeng.

Menurut Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup Indonesia, Bagong Suyoto, dDemontrasi dilakukan karena permintaan dialog tidak direspons.Salah satu orator, Tri Joko menceritakan pengalamannya, terkena dampak lansung pengelolaan TPA Burangkeng yang semakin buruk.

Tri menjelaskan, sudah bertahun-tahun warga terdampak pencemaran tidak mendapatkan perhatian Pemkab Bekasi. TPA dikelola dengan sistem open-dumping, sampah tidak diolah, air lindi tidak diolah, dan langsung mengalir ke kali dan sawah petani.

Lebih jauh Tri menuturkan, seharusnya, seluruh warga Desa Burangkeng yang terdampak sampah mendapat kompensasi. Di sini ada 18.000 KK. Namun, yang mendapat kompensasi baru 1.500 KK, sebesar 100.000 per bulan.

TPA dikelola open dumping timbulkan berbagai permasalahan. Hal ini sudah lama disampaikan kepada Pemkab Bekasi, tetapi kurang direspons. Udara kotor, bau busuk, leachate mengalir ke lahan pertanian, sampah berulang kali longsor dan mengganggu jalan warga. Kemudian,, lingkungan semrawut, antrean truk sampah panjang dan berjam-jam setiap hari.

Lanjutnya, setiap tahun sebanyak 300 miliar dikucurkan untuk TPA Burangkeng, tetapi kondisinya buruk, tidak ada perubahan. Proyek pengolahan sampah di Kertamukti menelan anggaran 50 miliar hanya mampu mengolah sampah 30 ton per hari. Padahal, anggaran itu bisa untuk olah sampah kapasitas lebih besar dan teknologinya lebih murah.

Sementara itu, Moch Hatta Ketua Bangkit Tani Pasundan menambahkan, Kali Burangkeng itu merupakan kali alam. Dulu lebar dan airnya jernih. Aliran air kali berasal dari Cileungsi Bogor. Kemudian, melewati wilayah perbatasan Kelurahan Sumurbatu menuju Desa Burang. Kali itu sudah ada sejak dari nenek moyangnya.

Masih menurut Hatta, kali mulai rusak akibat kegiatan pembuangan sampah. Airnya menghitam seperti kopi dan sangat bau sebab dipenuhi air lindi. Ketika musim hujan, air lindi membanjiri sawah dan merusak tanaman padi. Kondisi ini semakin parah ketika ada pembangunan jalan tol, saluran air jadi kecil dan saat hujan terjadi banjir. Pada musim tanam tahun ini, Hatta mengalami kerugian 7 jutaan karena tanamannya mati terendam air lindi.

Tak Diperhatikan

Tetapi, Desa Burangkeng yang dijadikan tempat pembuangan sampah dari seluruh wilayah Kabupaten Bekasi tidak diperhatikan. Seharusnya mendapat prioritas utama dalam berbagai pembangunan. Sampai saat ini tidak punya sekolah tingkat SMP, SMU/SMK. Desa Burangkeng tertinggal pembangunannya, juga sumberdaya manusia/SDM-nya.

Pengelolaan TPA dengan sistem open dumping, sangat jelas melanggar. Salah satunya melanggar UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pelanggaran terus berlangsung tanpa sanksi dari Pemerintah Pusat. Mestinya, TPA Burangkeng ditutup jika tidak diperbaiki pengelolaannya.

Warga punyak hak yang dijamin oleh UUD 1945, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hak mendapat lingkungan hidup yang baik, sehat dan berkelanjutan.

Menurut Bagong, yang disampaikan dalam unjuk rasa adalah fakta lapangan dan kajian ilmiah. Rapid Assessment Pengelolaan TPA Burangkeng dilakukan 2019-2020. Hasilnya, ditemukan 37-41 masalah.

Kajian cepat dilakukan Persatuan Pemuda Burangkeng Peduli Lingkungan, Koalisi Persampahan Nasional, Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia serta Karang Taruna Burangkeng. Hal ini diperkuat hasil Rapid Assessment yang dilakukan Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019.

Berikut ini temuan kajian cepat, di antaranya: (1) TPA Burangkeng dikelola dengan distem open dumping. (2) Infrastruktur jalan TPA Burangkeng buruk. (3) Tidak ada penanggung jawab jalan menuju TPA Burangkeng.

Lalu, (4) Amdal TPA Burangkeng tidak jelas. (5) Sarana pencucian kendaraan belum ada. (6) Workshop/bengkel belum ada. Kemudian 16 orang diterima Ceuta DPRD Kabupaten Bekasi. Tuntutannya, di antaranya, pertama, ada keterbukaan informasi publik mengenai sampah pasar, khususnya terkait koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi.

Kedua, menuntut pemberhentian Kepala Dinas Perdagangan dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. Ketiga, menuntut agar segera diterbitkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bekasi. Keempat, menuntut pemberian jaminan kesejahteraan kepada para pemulung yang membantu mengurangi volume sampah di TPA Burangkeng.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top