Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
HUT KE-492 DKI

Wajah Baru Jakarta Masih Sebatas Kosmetik

Foto : ANTARA/Aprillio Akbar

JPO I Kendaraan bermotor melintas di bawah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Kamis (28/2). JPO Gelora Bung Karno merupakan salah satu jembatan yang telah direvitalisasi Pemprov DKI Jakarta sejak bulan Oktober 2018 dengan menggunakan konsep artistik yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada pejalan kaki.

A   A   A   Pengaturan Font

Pada 22 Juni 2019, Jakarta berusia 492 tahun. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sendiri akan menggelar beragam acara dengan tema "Wajah Baru Jakarta". Ada seni lukis mural di terowongan Kendal, Jakarta Pusat. Ada Jakarta Night Festival, Jakarta Creative Night dan lainnya.

Namun, pada usianya yang ke-492 tahun ini, wajah baru Jakarta baru dianggap sebagai kosmetik belaka. Tidak sedikit persoalan mendasar warga Ibu Kota belum diselesaikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Perubahan yang dilakukan Anies hanya dianggap pencitraan semata.

"Wajah baru Jakarta yang dimaksud baru sekadar pencitraan semata/kosmetik/beautifikasi, bukan menyelesaikan masalah mendasar persoalan kota," ujar Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, di Jakarta, Rabu (19/6).

Menurutnya, pembangunan fisik yang berhasil dilakukan Anies baru sebatas Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. JPO ini cukup banyak menarik perhatian karena desainnya yang artistik dan instagramable.

"Misal, beautifikasi tiga JPO di Jalan Jenderal Sudirman hanya sekadar mempercantik JPO saja. Sementara, kondisi JPO-JPO yang lain masih banyak yang tidak perlu diperbaiki terutama yang dalam kondisi berbahaya," katanya.

Dia menyebutkan, masih banyak JPO di Jakarta rawan roboh. Kondisi lantai berlubang, pagar berkawat dan atapnya berantakan. Bahkan, sebagian besar JPO di Jakarta, jelasnya, belum ada yang ramah disabiltas, lansia, anak-anak dan ibu hamil.

Ruang Terbuka Hijau

Secara umum, kata Joga, pembangunan Jakarta tidak diimbangi dengan penguatan daya dukung lingkungannya. Seperti pembangunan gedung dan kawasan industri, dipastikan membutuhkan air untuk kehidupannya. Namun, ketersediaan atau pasokan air baru dari PAM Jaya tidak mencukupi.

"Sehingga, mereka mengambil air dari tanah dengan pompa (baik yang legal maupun ilegal). Dan pengambilannya tidak dipantau dengan ketat. Akibatnya, pengambilan air tanah ini tidak terkendali.

Sementara saat ini tidak ada upaya pengisian kembali lubang-lubang air tanah karena peran RTH (Ruang Terbuka Hijau) sebagai daerah resapan air untuk menampung dan menyerapkan air ke dalam tanah menjadi berkurang karena luas RTH terua menyusut," jelasnya.

Menurutnya, luas ideal RTH sebesar 30 persen. Hal ini sesuai Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Pasal 29 menyebutkan, bahwa kawasan ruang terbuka hijau untuk wilayah perkotaan harus menyentuh angka 30 persen dari total luas wilayah perkotaan. Terdiri dari 20 persen ruang terbuka hijau publik dan 10 persen sisanya ruang terbuka hijau privat.

"Tetapi saat ini hanya 9,98 persen. Jika tidak ada upaya serius dalam pengelolaan air tersebut, maka Jakarta akan selalu banjir di musim hujan tapi krisis air bersih di musim kemarau. Serta pada saat bersamaan terjadi penurunan muka tanah," kata Joga.

Anies Baswedan mengakui, salah satu penyebab penurunan permukaan tanah adalah karena masifnya penyedotan air tanah oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak memiliki akses pada air pipa.

"Solusinya apa? Ya solusinya adalah menghadirkan air pada masyarakat menggunakan menggunakan pipa sehingga mereka tidak harus mengambil air tanah. Ini yang sedang kita kerjakan dengan PDAM dan itu juga sebabnya mengapa kita kemarin mencoba memasukkan dalam anggaran supaya bisa melakukan pipanisasi," kata Anies.

Baca Juga :
Ibu Kota Siaga Banjir

Di sisi lain, lanjutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun terus berupaya melakukan pengambilalihan pengelolaan air ini dari perusahaan swasta. Sehingga, pihaknya bisa mempercepat pipanisasi air baku ke seluruh wilayah Jakarta.

"Jadi tanpa ada percepatan itu maka masyarakat selalu akan mengambil. Dalam jangka pendek apa? Jangka pendek terutama untuk kebutuhan air minum, saat ini sedang digodok. Kemarin sudah kita bicarakan, untuk menyediakan air air minum bagi masyarakat di wilayah-wilayah yang sama sekali tidak ada akses sehingga mereka harus membeli air minum dengan harga yang amat mahal," tegasnya. peri Irawan/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top